Home Politik Pengamat Politik, Prabowo Merapat, Demokrasi Sekarat

Pengamat Politik, Prabowo Merapat, Demokrasi Sekarat

Jakarta, Gatra.com - Pengamat politik, Syamsuddin Haris mengkritisi masuknya lawan-lawan politik Jokowi kedalam kabinetnya kali ini. Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah kondisi demokrasi yang sekarat.  "Akibat pendangkalan politik dalam kehidupan kita sebagai koletif bangsa, bisa jadi seolah-olah politik itu demikian. Padahal itu politik paling dangkal, politik yang mestinya kita tolak," ujarnya dalam diskusi publik bertajuk "Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (22/10). 

Dengan masuknya Prabowo ke jajaran menteri Jokowi, lantas Syamsuddin mempertanyakan fungsi Pemilihan Umum (Pemilu) yang telah menghabiskan banyak anggaran dan energi. Menurutnya, pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan gagasan demokrasi itu sendiri. "Makanya ada kompetisi di dalam pemilu Presiden. Yang menang, ya berkuasa. Yang kalah, ya legowo. Bukan kemudian diajak masuk semua. Itu baru demokrasi sehat," ucapnya. 

Syamsuddin yang juga merupakan peneliti LIPI ini mengatakan, walaupun penyusunan kabinet merupakan otoritas presiden, namun bukan berarti otoritas presiden tidak lepas begitu saja. Dia menegaskan, otoritas presiden dalam memilih pembantunya itu dipagari oleh moralitas publik dan nasionalitas demokrasi. "Moralitas publik itu kepentingan publik untuk memperoleh menteri yang layak. Bukan hanya profesional, tapi juga secara moralitas, integritas, rekam jejak, dan seterusnya. Pak Jokowi dibatasi dengan itu," tutur Syamsuddin. 

Dia menambahkan, dengan adanya konsekuensi logis dari dipagari nya otoritas presiden oleh moralitas publik dan nasionalitas demokrasi, semestinya Prabowo yang merupakan lawan kuat dalam kampanye presiden lalu, tidak tergabung dalam satu pemerintahan Jokowi. "Tentu saja mestinya Pak Jokowi tidak usah mengajak Gerindra ke kabinet. Semestinya Pak Prabowo dan teman-teman menolak ajakan itu," pungkasnya.

201