Jakarta, Gatra.com - Ketua Trade Negotiating Committee (TNC) Regional Comprehensif Economic Partnership (RCEP), Iman Pambagyo menuturkan, target penandatangan RCEP akan selesai pada November 2020 tetapi masih melalu proses panjang.
"Setelah itu akan dimulai proses ratifikasi masing-masing negara. Ada yang cepat, ada yang alot, dan ada yang lama banget di parlemennya. Kita belum tahu kapan entry to force-nya RCEP ini," ucap Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Selasa (22/10).
Sedangkan, perjanjian RCEP baru dapat entry to force setelah masing-masing negara sudah menyelesaikan proses ratifikasi. Iman mengatakan, para negosiator sedang mempersiapkan penyelesaian berbagai isu antarnegara, penyesuaian hukum, dan penerjemahan dokumen.
Selanjutnya, TNC akan melaporkan hasil.perundingan kepada para menteri yang bertanggung jawab dalam RCEP pada (31/10) mendatang. Kemudian, para menteri melaporkan hasil temuannya kepada kepala negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP di Bangkok, Thailand pada awal November mendatang.
Iman menuturkan, salah satu kendala adalah belum sepakatnya antara dua negara anggota RCEP mengenai poin perjanjian perdagangan barang, jasa, dan investasi. Pembahasan tersebut disepakati secara terpisah, sehingga menghasilkan tiga poin kesepakatan kedua negara.
Masih terdapat delapan negara yang belum menemukan titik temu terkait barang, jasa, dan investasi. Selanjutnya, ada 32 pasang yang sudah menemukan titik temu dan 185 pasang sudah sepakat.
"Misalnya Indoneaia menginginkan satu produk dalam komitmen [kemudahan masuk pasar] di Cina, tetapi Cina belum bisa. Cina berapa kali putaran konsultais bilateral belum bisa ngasih, padahal penting bagi Indonesia," ungkapnya.
Terkait penyelesaian dokume RCP, Iman menjelaskan, sebanyak 22 bab (chapter) telah selesai, termasuk pembukaan (preambule). Tiga bab lainnya secara teknis sudah selesai dan menunggu persetujuan beberapa negara. Sedangkan empat lampiran masih belum selesai.
"Menyangkut policy dan ada negara anggota yang terhambat dan tidak bisa mnegambil komitmen. [Hal ini] karena ada undang-undang yang membatasi kita membahas solusinya," tuturnya.
Apabila terlaksana, RCEP akan menjadi perjanjian megaregional terbesar yang mencakup 3,5 miliar penduduk dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$23,8 triliun per 2016. Adapun perjanjian ini beranggotakan seluruh negara ASEAN sejumlah 10 negara yakni Australia, Selandia Baru, India, Jepang, Korea, dan Cina.
"Ini berikan pesan pada dunia bahwa [beberapa] negara di kawasan ini masih percaya dengan perdagangan dan investasi antarnegara. Kita tidak lakukan pendekatan retaliasi lain, memberikan sanksi, dan lainnya. Kita percaya engagement dan kolaborasi adalah kekuatan," pungkasnya.