Home Ekonomi Indonesia Keberatan, ISDS Tak Masuk dalam Poin RCEP

Indonesia Keberatan, ISDS Tak Masuk dalam Poin RCEP

Jakarta, Gatra.com - Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Iman Pambagyo mengungkapkan Investor State Dispute Settlement (ISDS) tidak masuk ke dalam chapter (bab) Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) mengenai investasi.

Penundaan ini dilakukan karena pemerintah cukup sensitif terhadap isu ini dan adanya berbagai masukan dari masyarakat.

"Jadi setelah 5 tahun entry of force (RCEP berlaku) akan masuk dalam pembahasan apakah 16 negara sepakat bulat untuk perkenalkan komitmen ISDS dalam sektor investasi," kata Iman kepada awak media di kantornya, Selasa (22/10).

Iman yang juga Ketua Trade Negotiating Committee (TNC) RCEP mengatakan ISDS akan masuk dalam poin pembahasan apabila 16 negara anggota RCEP bersedia setelah lima tahun berlakunya.

Iman mengungkapkan Indonesia masih keberatan terhadap poin mengenai ISDS. Pihaknya menekankan adanya keseimbangan antara hak pemerintah dan inevstor. 

Pemerintah Indonesia mengusulkan agar penyelesaian ISDS harus dituntaskan di pengadilan setempat dan mendapat persetujuan pemerintah terlebih dahulu, sebelum lanjut ke arbitrase internasional.

Koordinator Riset dan Advokasi Indonesia for Global Justice, Rahmat Maulana Sidik. (GATRA/Syah Deva Ammurabi/ar)

"Isunya kalau nggak selesai investor boleh ke international arbitrator. Menurut kita nggak, persetujuan pemerintah. Menurut negara lain yang maju, udah haknya dong kalau di lokal gak selesai, otomatis langsung bawa kesana," terangnya.

Iman menilai Indonesia masih rentan dipersengketaan karena masih adanya perbedaan arah kebijakan antara pusat dan daerah. Ini berbeda dengan iklim investasi negara maju yang lebih stabil.

"Harus balance (seimbang) hak investor dan pemerintah. Ini seperti perdebatan religius gak ketemu-ketemu. Hubungan investasi mana yang harus dijaga," katanya.

Koordinator Riset dan Advokasi Indonesia for Global Justice, Rahmat Maulana Sidik melihat mekanisme ISDS selama ini cenderung merugikan pemerintah Indonesia.

Menurutnya, mekanisme tersebut hanya melindungi investor semata. Di sisi lain, perlindungan terhadap masyarakat tidak difasilitasi.

"Kasus India Metal Alloy. India yang menggugat ke Indonesia, padahal dia tidak di kategorikan sebagai investor langsung. Mereka menggugat ke Badan Arbitrase Internasional. Kenapa mereka bisa menggugat karena ada celah hukumnya?" katanya kepada awak media di Jakarta pada Jumat (18/10).

329

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR