Purwokerto, Gatra.com – Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. DR Haedar Nashir mengucapkan selamat kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin yang akan dilantik menjadi presiden-wakil presiden, Minggu (20/10).
Dia berharap presiden dan wakil presiden menjalankan amanah rakyat Indonesia dan membangun pemerintahan untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Bukan untuk satu golongan, dan rengkuh semua kekuatan masyarakat,” ucapnya, di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sabtu (19/10).
Terlepas dari perbedaan politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu, Haedar juga berpesan agar masyarakat legowo. Sebab, presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam pemilu konstitusional adalah pilihan rakyat Indonsia, dan bukan milik sebuah golongan.
“Perbedaan politik itu selesai begitu Pemilu selesai. Dan pemerintah yang terpilih dalam Pemilu sesuai konstitusi itu adalah pemerintahan seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Dia mengemukakan, kritik tak dilarang. Akan tetapi, ia meminta kritikan atau dukungan kepada pemerintah tetap dalam konteks satu keluarga besar bangsa Indonesia.
Terkait pelantikan presiden dan wakil presiden. Muhammadiyah selamat menjalankan amanah, dan menjadi pemerintah untuk seluruh rakyat Indoesia.
“Jangan ada perbedaan politik yang kemudian bangsa Indonesia itu kehilangan kesempatan untuk produktif,” jelasnya.
Sebaliknya, presiden dan wakil presiden, juga tak boleh antikritik. Dengan begitu, selalu ada perbaikan-perbaikan di segala bidang. Pemerintah mesti mendengar aspirasi rakyat.
“Saya yakin lima tahun ke depan, dengan semangat kebersamaan, tentu Indonesia akan menjadi lebih baik,” ujarnya.
Dia pun berharap agar pelantikan presiden dan wakil presiden berjalan suskes dan lancar dari gangguan. Hal itu merupakan ciri politik kebangsaan Indonesia.
“Dan terakhir kita harapkan, bahwa pelantikan berjalan baik, sukses, dan merupakan ciri dari politik kebangsaan kita,” jelasnya.
Haedar mengungkapkan, sejak prakemerdekaan, Muhammadiyah selalu terlibat aktif dalam politik kebangsaan hingga konfrontasi fisik dengan penjajah. Antara lain dengan gerakan Asykar Perang Sabil, di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
“Tokohnya adalah Ki Bagus Hadikusumo,” ucapnya.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah juga terlibat aktif dalam gerakan kebangsaan. Kultur ini dibangun semenjak Kiai Ahmad Dahlan, Nyai Dahlan, Ki Mas Mansyur, hingga Panglima Besar Jenderal Soedirman.
“Jenderal Soedirman memimpin perang gerilya. Juanda adalah tokoh Muhammadiyah yang memperjuangkan laut bagian integral dari Indonesia,” ungkapnya.
Haedar mengemukakan, dalam sejarahnya Muhammadiyah selalu berbuat kongkret untuk bangsa. Di antaranya dengan pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
“Apa yang dilakukan tidak ada profit, tapi apa yang paling baik untuk masyarakat. Komitmen Muhammadiyah, Darul ahdi Wa Syahadah, negara berdasar pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,” tegasnya.