Jakarta, Gatra.com - Herman Abdulrohman dari Kesatuan Perjuangan Rakyat menilai kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8,51% masih belum berkualitas, sehingga belum mampu menyejahterakan buruh.
"Kami sudah beberapa kali menyampaikan sudah waktunya konsep pengupahan Indonesia direvisi. Dalam peraturan hari ini, masih menggunakan kebutuhan hidup layak KHL 60 poin yang sudah berlaku sejak puluhan tahun lalu," ujarnya kepada awak media di Kekini Ruang Bersama, Jakarta, Jumat (18/10).
Herman mengkritik kebijakan upah yang berbeda di setiap daerah. Pihaknya menganalisis, biaya hidup di seluruh wilayah Indonesia pada dasarnya sama. Ia membandingaknnya dengan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian.yang sama di seluruh Indonesia dalam golongan yang sama.
"Harga Indomie di Sumatera, Sulawesi, dan jakarta sama. Yang beda hanya produk lokal," tuturnya.
Herman juga berpendapat, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan membatasi kenaikan upah buruh. Menurutnya, implementasi tidak pernah naik lebih dari 8%. Tentunya, kondisi ini menimbulkan sebagian kebutuhan pokok masyarakat bagi kaum buruh semakin naik.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menegaskan, perhitungan kenaikan upah buruh sudah sesuai. "UMP selama pakai formula pertumbuahn ekobomi dan inflasi, menurut saya seusai peeaturan yang belaku," katanya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (18/10).
Menteri Ketenagakejaan, Hanif Dhakiri menjelaskan, upah buruh tidak dapat disamakan di setiap daerah. Secara teoritik sama, tetapi memiliki nominal dan indikator berbeda. Hal yang penting seputar bagaimana membuat itu lebih berkeadilan.
Hanif mengaku pihaknya terus mengevaluasi besaran kenaikan upah buruh agar dapat mengakomodir kepentingan buruh dan pengusaha. "Namun pemerintah sudah berusaha sejauh mungkin ambil solusisi yang win-win, Memang membuat kondisi ini lebih kondusif buat semua pihak," tuturnya.