Home Milenial TII-YLBHL Gelar FGD: Bedah Potensi Korupsi Sektor Tambang

TII-YLBHL Gelar FGD: Bedah Potensi Korupsi Sektor Tambang

Jambi, Gatra.com – Transparency International Indonesia (TII) bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lingkungan (YLBHL) mengadakan Focus Grup Discussion (FGD) terkait potensi korupsi lelang izin pertambangan di Provinsi Jambi. 

Sejumlah isu terkait transparansi pemberian izin tambang dan risiko korupsi pada proses perizinan diangkat dalam forum FGD ini. Diskusi terarah ini menghadirkan sejumlah nara sumber dari peneliti TII, Walhi Jambi, Dinas ESDM, Bappeda Provinsi Jambi dan perwakilan media.

"Kita memberikan rekomendasi kepada Kementerian ESDM untuk merevisi peraturan yang lebih menjamin transparan, partisipasi dan akuntabilitas," kata Ermy Ardhyanti peneliti TII kepada Gatra.com di sela-sela FGD, Kamis (17/10) siang.

Ia menjelaskan, ini dilakukan agar masyarakat bisa mengakses informasi, bisa mengontrol dan peserta lelang lebih terjelaskan terkait aturan.

"Misalnya mereka merasa keberatan dengan sesuatu, ada mekanisme. Selama ini tidak ada. Sebagai contoh di Sulawesi Tenggara, ketika ada proses yang menurut mereka tidak betul karena tidak ada masa sanggahnya, mereka lapor ke Ombudsman. Mumpung belum terlalu jauh baru lelang prioritas diperbaiki dulu oleh ESDM," ujarnya.

Sementara itu Direktur WALHI Jambi, Rudiansyah mengatakan sebelumnya kewenangan perizinan tambang ini memang berada di kabupaten.

"Pemberian izin untuk sektor pertambangan ini sangat dimudahkan dibanding industri yang lain, celah-celah itu sudah muncul di awal," katanya.

Ia menjelaskan, sejak perpindahan kewenangan Kabupaten tidak lagi bicara soal pertambangan, provinsi mulai menertibkan konteks-konteks perizinan.

"Tapi ini juga tidak mudah, karena pihak perusahaan melakukan inventarisasi dan mengeluarkan modal besar sehingga tidak mungkin terbuka pada proses yang dilakukan," ujarnya.

Menurut Rudiansyah, pihaknya melihat lemahnya kontrol, evaluasi dan monitoring yang dilakukan pemerintah khususnya Dinas ESDM.

"Ini bagaimana menata, menertibkan, apakah kerja-kerja pertambangan ini sesuai prosedur IUP yang diberikan soal produksi, berapa jumlahnya. Selama ini prosesnya tidak kita lihat, apakah dalam hal ini pemerintah hanya menerima laporan dari pusat saja atau memang melakukan audit kepatuhan di lapangan," ia menjelaskan.

Menurutnya, soal ketertiban administrasi juga harus menjadi perhatian, karena korupsi yang dikatakan tidak harus fokus dalam bentuk finansial namun aspek dampak lingkungan, sosial dan pencemaran air juga bagian dari korupsi.

"Karena ada biaya pemulihan yang dilakukan, itu siapa yang menanggung. Kalau dilihat ketika cek di lapangan, si pemegang IUP itu kadang tidak punya identitas lengkap. Saat masyarakat komplain meminta pertanggung jawaban terkait kerusakan nanti ke siapa? Nah itu yang sedikit sulit untuk diakomodir," ucapnya.

Reporter: Muhammad Fayzal

240