Cilacap, Gatra.com – Hilangnya sawah seluas 530 hektare dalam tiga proyek tol di Cilacap, Jawa Tengah diyakini tak mengganggu ketahanan pangan Cilacap. Hilangnya ratusan hektare sawah dinilai juga tak berpengaruh signifikan terhadap produksi gabah Cilacap sebagai salah satu lumbung pangan nasional.
“Ada, ada potensi kehilangan produksi gabah. Tapi kalau dari sisi ketahanan pangan, sudah kita hitung, Mas. Tidak berpengaruh signifikan,” kata Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Pertanian Cilacap, Sigit Widayanto, Kamis (17/10).
Dia mengatakan, di Cilacap secara definitif ada 58 ribu hektare lebih sawah produktif. Dari luasan tersebut, 53 ribu hektare di antaranya adalah sawah berstatus dipertahankan, atau kategori Lahan Pangan Perkelanjutan (LP2B).
Adapun 5.000 hektare lainnya adalah kategori lahan cadangan atau LC2B. Lahan cadangan itu, kata dia, bisa dikonversikan bagi peruntukan lainnya. “Karena kita kan masih bisa mempertahankan 58 ribu hektare. Kita pertahankan sebagai sawah. Lumbung pangan, Cilacap itu salah satu lumbung pangan provinsi maupun nasional. Dari angka itu masih cukup, dari angka 58 ribu hektare,” jelasnya.
Tol Bandung-Cilacap, Cilacap-Pejagan dan Cilacap-Yogyakarta adalah proyek strategis nasional yang harus diutamakan. Karenanya, proyek tol otomatis masuk dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah maupun Cilacap. “Ya memang diutamakan kalau proyek strategis nasional,” ujarnya.
Sigit mengemukakan, di luar lahan sawah definitif seluas 58 hektare tersebut, di Cilacap juga ada sawah-sawah baru yang tidak masuk dalam peta pertanian. Diperkirakan sawah yang tak masuk peta sekitar 6.000 hektare.
Sawah tersebut sebagiannya berada di kawasan sedimentasi Laguna Segara Anakan sehingga belum bisa dipetakan karena status kepemilikannya yang belum jelas. Dengan begitu, secara faktual, luasan sawah di Cilacap mencapai 64 ribu hektare.
Dia mencontohkan, di Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, dalam peta, tertera bahwa luasan sawah di empat desa wilayah Kecamatan Kampung Laut hanya sekitar 1.100 hektare. Namun, kenyataannya, hanya di Desa Ujung Gagak yang dalam peta tak memiliki sawah, ada sekitar 1.000 hektare sawah yang digarap warga. “Jadi tidak bisa dimasukkan dalam peta, tapi pemanfaatan produksinya bisa dimasukkan,” jelasnya.