Jakarta, Gatra.com - Greenpeace Indonesia menyatakan pihaknya fokus pada sektor kehutanan sebagai bahan evaluasi untuk pemerintahan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2014-2019. Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menyatakan hingga 2015 seluas 24 juta hektare hutan hilang di Indonesia.
"Kami menemukan hutan seluas 24 juta hektare sudah hilang dari 1991 sampai 2015. Lalu dari 2015-2017, ada 1,6 juta hektare hilang dari konsensi lahan sawit. Ini semua dihancurkan oleh korporasi yang sudah mengambil keuntungan di Indonesia tapi tidak memiliki tanggung jawab," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10).
Temuan Greenpeace Indonesia pada 2015-2018, korporasi pemasok sawit menjadi penyebab dari kerusakan hutan. Ia juga menyatakan berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Agustus 2019, banyak hak guna usaha (HGU) yang belum dimiliki oleh perusahaan dan tidak membangun kebun plasma, terdapat tumpang-tindihnya usaha perkebunan dengan pertambangan, perkebunan yang menggarap di luar izin pemerintah, serta perkebunan yang didirikan di atas hutan lindung.
"Temuan Greenpeace pada 2015-2018, sejumlah perusahaan pemasok minyak sawit menghancurkan area hutan hampir dua kali ukuran Singapura," imbuhnya.
Deforestasi berasal dari 25 perusahaan minyak sawit. Korporasi ia sebut telah menggunduli lebih dari 130.000 hektare lahan sejak akhir 2015. Lalu juga deforestasi sebesar 51.600 ha berada di Papua yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati dan merupakan ruang hidup masyarakat adat tetapi dijadikan wilayah ekspansi baru dari industri sawit.
Akibat perusakan hutan ini, timbul kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia yang berdampak pada kerugian ekonomi dan sosial. Pernyataan tersebut berdasarkan catatan dari UNICEF, bahwa akibat karhutla sebanyak 10 juta anak terpapar resiko polusi udara. Di antaranya 2,4 juta adalah kategori balita yang paling rentan atas kabut asap. Penghitungan kerugian atas karhutla oleh Bank Dunia yakni sebesar US$16 miliar atau sekitar Rp227 triliun.