Padang, Gatra.com - Beberapa pekan terakhir, beberapa kawasan pesisir pantai di Sumatra Barat (Sumbar), dikejutkan dengan terdampar atau munculnya ubur-ubur. Misalnya, di Pantai Tiku Agam, Pantai Pasie Jambak Kota Padang, dan pantai di Pesisir Selatan.
Kemunculan ubur-ubur yang tiba-tiba ini, direspon Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar sebagai buruknya lingkungan di kawasan pesisir pantai. Akibatnya terjadi pencemaran terhadap perairan yang berdampak pada ekosistem dan biota yang ada di laut.
Pernyataan itu disampaikan secara lugas oleh Direktur Walhi Sumbar, Uslaini dalam konferensi pers di Padang, Rabu (16/10). Ia meyakini, kemunculan ubur-ubur itu akibat kelalaian pemerintah dalam mengelola, mengawasi, dan rendahnya upaya pemulihan kawasan pesisir pantai.
"Kesadaran masyarakat, terutama pemerintah pengambil kebijakan masih sangat rendah terhadap pemanfaatan kawasan pesisir pantai. Pencemaran laut terjadi dimana-mana, termasuk limbah sampah," kata Uslaini di hadapan awak media di Padang.
Ia mencontohkan, pencemaran kawasan pesisir pantai di Teluk Bayur akibat seringnya crude palm oil (CPO) sawit yang tumpah. Menurutnya, sampai sampai saat ini tidak ada tindak lanjut pemulihan. Akhirnya terjadi pencemaran di kawasan pesisir pantai, yang berefek pada biota laut.
Ia berpendapat, seharusnya pemerintah memiliki antisipasi agar tidak terjadi insiden tumpahnya CPO. Kemudian, harus ada upaya konkrit setelah tumpahnya minyak mentah sawit tersebut. Dengan tujuan, tidak merusak ekosistem yang berakibat fatal pada biota laut.
"Sampai sekarang CPO yang tumpah di Teluk Bayur tidak jelas tindak lanjutnya. Bukan di Sumbar saja, di daerah lain juga seperti. Makanya, munculnya ubur-ubur itu akumulasi dari kelalaian pemerintah selama ini," sebut Uslaini.
Pernyataannya itu juga dikuatkan dengan pendapat Ketua Program Studi Sumber Daya Perairan, Pesisir, dan Kelautan Pascasarjana Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Harfiandri Damanhuri yang mengungkapkan, fenomena ubur-ubur terdampar itu akibat banyaknya limbah domestik ke lautan.
Perubahan iklim seperti perubahan arus dan pergerakan massa air laut menjadi rendah. Akibatnya tingkat kesuburan perairan dan kadar oksigen yang tinggi bisa meningkatkan ketersediaan sumber makanan, dan ubur-ubur menumpuk di daerah itu, akhirnya terbawa arus dan terdampar di pinggir pantai, terangnya.
Berbeda pendapat dengan mereka, menurut Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan Padang, Ulung Jantama Wisha, bahwa pihaknya menduga ubur-ubur yang terdampar di sejumlah pantai Sumbar itu, akibat adanya perubahan iklim yang cukup ekstrem di perairan Samudera Hindia.
"Ubur-ubur itu hewan yang sensitif terhadap suhu dan kandungan oksigen. Kandungan suhu dan oksigen itu membuat mereka pindah ke tempat lain yang sesuai dengan kondisi alam sebagai habitatnya. Mereka pindah juga termasuk untuk mencari makanan," ungkap Ulung.