Home Milenial Benteng Tjsobbe, Jejak yang Hilang di Tidore

Benteng Tjsobbe, Jejak yang Hilang di Tidore

Tidore, Gatra.com - Tak banyak informasi yang mengulas latar belakang sejarah berdirinya Benteng Tjsobbe di Kelurahan Rum Balibunga, Tidore Utara, Kota Tidore Kepulauan itu secara utuh.
 
Keberadaan benteng pada tepi bukit curam di pantai barat laut Pulau Tidore itu, hanya menyisahkan separuh dari dinding benteng. 
 
Gatra.com sempat berkeliling di lokasi tersebut. Nyaris tak ada papan informasi yang menjelaskan tentang sejarah benteng itu. Tidak jauh dari lokasi benteng, terdapat monumen kedatangan kapal Trinidad dan Victoria, yang merupakan jejak perjalanan pelaut Spanyol pada 500 tahun silam. 
 
Pada sisi lain, sebagian bangunan benteng sudah tak terlihat. Hanya menyisahkan jalan lingkar Tidore Kepulauan. Di atas benteng ditumbuhi pepohonan dan rerumputan liar. Lokasi ini kerap dijadikan tempat 'pacaran' oleh sejumlah muda-mudi. Bahkan benteng tersebut berdekatan dengan kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tidore.
 
Dilansir dari laman resmi Kementerian dan Kebudayaan, tidak diketahui kapan Portugis membangun benteng tersebut. Namun dijelaskan bahwa pada tahun 1605, Belanda di bawah komando Cornelis Sebastiaansz dan sekutu-sekutunya dari Ternate menduduki benteng tersebut. Namun tidak diketahui berapa tahun Belanda menduduki benteng itu sebelum kemudian Spanyol merebutnya.
 
Pada November 1618, dijelaskan bahwa salah seorang Sultan Tidore mengirim surat kepada Gubernur Spanyol di Ternate, Lucas Vergara Gabiria, dan memintanya membangun sebuah benteng di Rum untuk menetralisir Benteng Belanda di Mareku.
 
Benteng tersebut difungsikan mencegah Belanda dari upaya mengumpulkan cengkeh yang diproduksi berlimpah di sepanjang lereng pulau. Benteng Tjsobbe merupakan bangunan bertingkat, dan dibangun bersandar pada dinding karang yang membuat proses pembangunannya cukup sulit, karena bahan bangunan perlu diangkut ke atas bukit. 
 
Pada tahun 1627, benteng tersebut dibuat persegi dan dilengkapi 4 buah artileri. Di sisi yang menghadap pantai berbentuk bulan setengah dengan lima meriam untuk mengamankan jalur pelayaran. Lokasinya sangat strategis, karena mencakup selat antara Tidore dan Benteng Oranje di Ternate.
 
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku Utara, Muhammad Husni, mengatakan benteng tersebut masuk dalam rencana pemugaran. "Tapi kami harus lakukan study teknis dulu," kata Husni kepada Gatra.com, Rabu (16/10/2019), 
 
Menurut Husni, dulunya di kawasan tersebut diduga terdapat salah satu benteng. Namun bentuknya sudah tidak utuh. Bahkan tidak ada data yang menjelaskan secara rinci. "Jadi kalau kita membangun dan tidak sesuai fakta, itu malah lebih merusak," katanya.
 
Sehingga, jalan satu-satunya adalah melakukan pemugaran sebagai bukti bahwa, di wilayah tersebut pernah ada aktivitas yang ditandai dengan kehadiran benteng. "Jadi apapun yang tersisah, itu akan kita pugar," jelasnya.
 
Target pemugaran, kata Husni, sudah mulai jalan. Semua direalisasikan secara bertahap. "Yang pasti tidak terlalu lama. Apalagi dalam 2 tahun berturut-turut ini ada event internasional, yaitu Magelhanes dan Sail Tidore," tuturnya. 
 
Soal anggaran, Husni tak menyebut nilainya. Namun menurut dia, sepanjang datanya mendukung, maka pihak Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman tak akan mempersulit. "Saat ini datanya sudah lengkap," tandasnya.
 
Justru saat ini, lanjut Husni, BPCB Malut mengusulkan ke Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, untuk menyediakan museum open space atau museum terbuka di setiap desa. "Tinggal dibuatkan dana alokasi desa (DAD)-nya saja," jelasnya.
 
Menurut dia, usulan museum open space sangat mendukung. Karena hampir setiap desa di Tidore memiliki sejarah. Hal ini akan membuat para pengunjung akan berkeliling dari desa ke desa. "Itu bisa jadi destinasi wisata sejarah dan budaya. Tentu perekonomian di sekitarnya akan terbangun," tuturnya.
 
Namun sejauh ini belum ada penegasan terkait fungsi ruang di Tidore. Hal ini terlihat di Rum Balibunga. Di mana, kawasan pelabuhan dan ekonomi straregis ini, malah berdiri PLTU Tidore.
 
Menanggapi hal itu, Husni katakan, saat ini sudah ada peraturan daerah (Perda) soal cagar budaya. Selanjutnya tinggal mengikuti petunjuk teknis dan standar operasional prosedure. "Itu yang harus dipertegas," tandasnya.
 
"Jadi saya pikir Pemerintah Kota Tidore sudah sangat bagus. Karena sudah punya Perda soal cagar budaya. Tinggal adendum yang lebih luas, supaya kita bisa bergerak," kata Husni menambahkan.
1316