Jambi, Gatra.com – Ombudsman Perwakilan Jambi akan telusuri persoalan Nomenklatur (penamaan) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota sebagai penyelenggara pengawasan pada tahapan Pilkada serentak 2020 mendatang.
Perdebatan terkait Nomenklatur Bawaslu ini menyeruak ke permukaan soal siapa yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan pada pilkada serentak tahun 2020 mendatang, karena pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada hanya mengenal Panwaslu yang bersifat Ad Hock, sementara Nomenclatur Bawaslu yang bersifat permanen diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Kalau tidak ada keterangan lain yang bisa memastikan Bawaslu itu adalah Panwaslu juga maka itu maal administrasi," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Jambi, Jafar Ahmad kepada Gatra.com, Rabu (16/10) pagi.
Ia menjelaskan persoalan Nomenklatur ini harus dengan cepat diubah atau dicari payung hukum lain jika tidak, ini berpotensi maladministrasi.
"Payung hukumnya harus segera keluar atau yang bisa menjadi semacam substitusinya," ujarnya.
Apa risiko yang dihadapi Bawaslu yang belum melakukan perubahan Nomenklatur bila menggunakan anggaran NPHD yang telah digelontoran pemerintah? Jafar menjawab secara substansi Panwaslu itu Bawaslu. Bila ada yang mempersoalkan itu tinggal ke PTUN.
"Kita akan coba cek dululah. Kami memang belum pernah menelusuri ini walaupun sempat mendengar beberapa informasi tentang ini. Bawaslu RI sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) dugaan saya SE itu berani dikeluarkan pasti sudah punya kekuatan hukum, kalau tidak melanggar peraturan mereka," ujarnya.
Ia menambahkan Ombudsman akan menelusuri apakah SE yang dikeluarkan oleh Bawaslu itu bertentangan dengan peraturan yang ada.
"Kalau itu bertentangan dan ditemukan maladministrasi, mau tidak mau harus ada yang dikalahkan. Saya jadi khawatir, mudah-mudahan ini tidak terjadi. Gara-gara ini, pilkada mundur, jadi persoalan," ucapnya.
Reporter: Muhammad Fayzal