Home Kesehatan Stunting Bisa Buat Indonesia Kehilangan 113 T Per Tahun

Stunting Bisa Buat Indonesia Kehilangan 113 T Per Tahun

Jakarta, Gatra.com - Center for Indoneisa's Strategic Development Initiative (CISDI) mendorong target penanganan Stunting di Indonesia untuk bisa menurunkan 2 sampai 2,5 Persen jumlah penderita Stunting. Hal itu menanggapi adanya Strategi Nasional untuk Akselerasi Penurunan Stunting di tahun 2018-20124.

Diungkapkan Pendiri CISDI, Diah Saminarsih, Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah lima tahun (Balita) akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Menurut Diah, saat ini prevalensi Stunting di Indonesia berada pada tingkat kritis.
 
"Stunting masuk sebagai Indikator yang harus dicapai oleh negara karena ancaman Stunting begitu besarnya terhadap keberhasilan sebuah negara dalam mencapai optimum level. Jadi, SDM Unggul itu tidak akan tercapai kalau anak-anaknya terkena Stunting," ujar Diah saat hadir dalam Temu Media Pemanfaatan Big data Dalam Kebijakan Kesehatan di Hotel Manhattan, Jakarta, Rabu (16/10).
 
 
Selain itu, pemfokusan pada permasalahan Stunting juga dikarenakan Stunting belakangan ini menjadi isu prioritas nasional yang dalam jangka panjang bisa menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Diah mengatakan bahwa Stunting Merupakan kondisi kekurangan gizi kronis, yang berlangsung dalam jangka panjang dan mempunyai impact yang juga dalam periode waktu yang cukup lama.
 
Bahkan diungkapkan oleh Diah, berdasarkan penelitian nyatanya stunting bisa membuat Indonesia kehilangan Rp113 Triliun dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per tahun Indonesia.
 
Baca juga: Program Pembangunan Desa Juga Diarahkan Atasi Stunting 

"Karena anak-anak yang stunting itu tidak dapat secara optimal tumbuh kembangnya. Dia akan rentan terhadap penyakit, dia juga punya kapasitas berpikir yang dibawah rata-rata anak biasanya," ujarnya.

 
Diah juga mengatakan pada prakteknya implementasi program pencegahan stunting masih menemui berbagai tantangan di lapangan, utamanya terkait dengan pengukuran tinggi badan. Keterbatasan alat pengukuran dan SDM kesehatan serta kondisi geografis Indonesia yang beragam juga menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi kedepan.
 
"Belum lagi tidak adanya mekanisme quality assurance dalam pelaksanaan Posyandu. Padahal data menjadi komponen penting untuk memastikan perencanaan dan pengambilan keputusan tepat sasaran pada target, untuk itulah kita mendorongnya potensi pemanfaatan Big Data dalam pembuatan kebijakan kesehatan," Pungkasnya.
155