Bandar Lampung, Gatra.com - Abdul Qadir Hasan Baraja adalah mantan pentolan Komando Jihad, musuh utama pemerintah dan tentara Indonesia di tahun 80-an. Ia sekarang adlaah pemimpin Khalifah Khilafatul Muslimin, sebuah organisasi yang kemarin namanya mencuat akibat salah satu anggotanya ditangkap Densus 88 terkait gerakan teror.
Pada era tahun 80-an siapa tak kenal "Komando Jihad", sebuah gerakan ekstrim kanan yang berafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII) dan gencar melakukan serangkaian aksi kekerasan diantaranya Bom Borobudur dan Penyanderaan pesawat Garuda DC Woyla di Thailand.
Masih banyak para veteran tokoh "Komando Jihad" di masa lalu usai menjalani masa hukuman puluhan tahun hingga kini masih hidup dan kembali ke masyarakat.
Kali ini, gatra.com berkesempatan untuk bertemu langsung dengan salah satu pentolan "Komando Jihad" yakni Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja.
Hasan Baraja bukanlah orang baru dalam gerakan perlawanan, sejak muda dahulu namanya sering dikaitkan dengan aksi kekerasan di beberapa tempat yang di lakukan oleh kelompoknya. Saat ini Abdul Qadir Hasan Baraja tetap eksis pada pergerakan Islam dan bermarkas di Jalan WR. Supratman Teluk Betung Bandar Lampung.
Ia mendirikan gerakan perjuangannya yang baru yakni Khalifah Khilafatul Muslimin, dan ia telah di bai'at sebagai Khalifah (pemimpin) atau Amirul Mukminin oleh para pendukungnya.
"Ayo mas saya antar kedalam, Khalifah (Abdul Qadir Hasan Baraja- red) sudah ada dikantornya " ujar seorang warga Khilafatul begitu sebutan untuk anggota yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Sesampainya di ruangan, sang Khalifah menyambut dengan senyum hangat dan bersahabat, tak tampak keangkeran pada wajahnya jika diingat gerakannya pada masa lalu.
" Ini pasti tentang kemaren yang rame- rame itu ya," ujar sang Khalifah menebak maksud tujuan gatra.com menyambangi markasnya. pada Selasa 15/10/2019.
Tebakan sang Khalifah menjadi awal perbincangan lebar terkait gerakan radikal dan konsep khilafah yang saat ini kembali mencuat, terlebih salah seorang warga Khilafatulnya baru saja di boyong oleh Densus 88 Polri karena diduga terkait gerakan radikal.
"Kalau yang menyerahkan diri kemarin, itu memang warga Khilafatul, Noval namanya, warga Bekasi tapi sudah pindah ke Lampung," tuturnya.
Baca juga: Tim Densus 88 Sisir Bahan Peledak Di rumah Teroris Lampung
Baraja mengaku ia mendapatkan info tentang Noval justru dari kepolisian bahwa ada salah seorang warga diduga Khilafatul terkait gerakan radikal.
"Belakangan dia ( Noval) ditemukan bukti oleh Polisi, ada rekaman bai'at dengan kelompok radikal itu, jadi kalo menyimpang dari aturan warga Khilafatul Muslimin ya saya serahkan ke Polisi," tegasnya.
Khalifah Hasan Baraja menceritakan bahwa perjuangannya saat ini sangat jauh dari konsep kekerasan oleh karenanya ia tak segan- segan untuk mengeluarkan warga Khilafatulnya yang jelas menyeleweng dari aturan organisasinya.
"Dulu saya pemberontak, perjuangan dengan kekerasan kebrutalan itu, kerjaan saya jaman dahulu, waktu muda saya sudah lalui itu semua, saya sudah tahu, dan saya menyesali itu semua, itu ujung-ujungnya adalah dosa," ia mengisahkan.
Terkait gerakannya dengan kekerasan pada masa lalu, Khalifah Baraja mengaku pernah beberapa kali dibui, dengan total keseluruhan kurang lebih 20 tahun ia hidup di penjara dan baru menghirup udara bebas pada tahun 2000 silam.
"Komando Jihad itu saya juga yang pimpin, ya orangnya-orang NII juga, tapi yang beri nama Komando Jihad itu bukan kami, itu pemerintah yang sebut kami Komando Jihad," katanya.
Baraja mengakui Komando Jihad memang telah melakukan serangkaian aksi serangan dan pengeboman di beberapa tempat, diantaranya di Sumatera Utara, Lampung, dan lain-lain.
"Yang terakhir saya dipenjara 15 tahun, itu kaitan dengan bom Borobudur tahun 1985 lalu, dan satu tahun saya dipenjara isolasi dengan tangan terborogol, hanya tanaman saja teman saya," sambil tersenyum ia mengenang masa hukumannya.
Khalifah Baraja mengaku justru ia merasa bersyukur atas hukuman yang ia jalani, belasan tahun ia merenung dan akhirnya menyadari kekeliruan perjuangannya dengan dasar kekerasan
"Saya bersyukur saat di penjara, saya merenung dengan kekeliruan saya, dan saat masih di dalam penjara pada tahun 1997 saya segera mengumumkan berdirinya Khalifah Khilafatul Muslimin," jelasnya.
Ketika ditanya dengan gerakan kelompok radikal saat ini yang masih menggunakan kekerasan, Khalifah Baraja berharap bisa bertemu mereka untuk kembali menyadarkan kekeliruan para radikal.
"Cuma sayangnya mereka tidak mau bertemu saya, kalau mau bertemu bisa saya sadarkan itu, tobat semua, saya sudah ajak mereka untuk bergabung dengan warga khilafah, tapi banyak juga yang menolak, agar tidak ada lagi seperti itu ( kekerasan-red)," ujarnya.
Menurutnya Khalifah Khilafatul Muslimin adalah perjuangan membumikan Khilafatul untuk memakmurkan bumi dan kesejahteraan ummat manusia melalui pelaksanaan ajaran Allah dan Rasulnya, sejalan dengan kebebasan penerapan ajaran semua agama tanpa memperkenankan warganya membuat aturan yang bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri.
"Banyak yang salah paham, Khilafatul itu bukan ideologi, tapi itu cara hidup, jadi sebenarnya tidak hanya orang muslim yang bisa bergabung dengan Khilafatul, semua agama boleh " terangnya.
Ia meyakinkan bahwa warga Khilafatul Muslimin yang ia gaungkan sangat mencintai kedamaian dan menolak kekerasan, Baraja mengklaim anggota nya telah mencapai puluhan ribu di berbagai belahan Nusantara dan di luar negeri.
"Warga khilafah ini di Bai'at juga untuk tidak mencuri atau korupsi, kalau terbukti korupsi di potong tanganya sesuai ajaran Islam, ya tapi kan kalo kita potong tangan ya nanti malah kita juga yang dipenjara, makanya warga khilafah jangan mencuri lah " katanya sambil tertawa lebar.
Baraja mengatakan banyak orang yang setuju dengan paham Khilafatul yang ia gaungkan karena sebenarnya menurut ia membawa banyak manfaat kehidupan.
"Coba lihat ada bendera lain yang tidak ada tulisan Khilafatul tapi organisasi nya di tutup pemerintah, tapi kami jelas- jelas menulis Khilafatul di plang kantor kami, dan ada Khalifah nya orang jelas ada tapi tidak ditutup oleh pemerintah, karena Khilafatul Muslimin itu rahmatan Lil alamin " tutupnya sambil tertawa akrab.
Abdul Qadir Hasan Baraja merupakan kelahiran Taliwang, Sumbawa NTB, 10 Agustus tahun 1944 silam, mengawali pendidikannya di Gontor lalu melanjutkan tinggal di Lampung. Ia dikenal dengan pergerakan berbasis NII / DI pada masa mudanya.