Home Kesehatan Terlapor drg. Lili Tidak Diperbolehkan Buka Praktek Setahun

Terlapor drg. Lili Tidak Diperbolehkan Buka Praktek Setahun

Padang, Gatra.com - Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Sumatera Barat (Sumbar) memutuskan drg. Lili Suryani, peserta lain dari Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) melanggar kode etik dokter gigi. PDGI menjatuhkan sanksi drg. Lili tidak boleh membuka praktek selama satu tahun.  

Ketua PDGI Sumbar,  Frisdawati A Boer, mengatakan, setelah menjalani sidang kode etik, PDGI merekomendasikan sanksi kode etik kepada Pengurus Besar PDGI untuk disetujui. "Meskipun statusnya CPNS,  tetapi dia tidak diperbolehkan memegang pasien selama setahun. Itu sanksi yang kami rekomendasikan kepada pengurus pusat," ucapnya kepada Gatra.com, Senin (14/10).

Dia katakan, surat keputusan dari PB PDGI belum keluar, meski sudah 1,5 bulan lalu diajukan. Sebelumnya mereka pusat sempat meminta perbaikan atas rekomendasi tersebut, namun pihaknya menolak. "Tidak ada yang perlu diperbaiki," tegas Frisdawati.

Baca Juga: Buah Perjuangan, drg. Romi Terima SK CPNS

Menurutnya, sanksi yang diputuskan PDGI Sumbar atas pelanggaran kode etik yang dilakukan drg. Lili terhadap teman sejawatnya drg. Romi Syofpa Ismael sudah tepat. Meskipun terlapor bersikeras tidak merasa bersalah atas perbuatannya.

"Dia menyebut hanya untuk mempertahankan haknya, tetapi tidak dengan cara menjatuhkan teman sejawat sendiri. Perbuatannya merugikan drg. Romi selaku korban. Seolah penyandang disabilitas tidak bisa melakukan pekerjaan," ucapnya.

Pihaknya akan kembali menyurati PB PDGI, jika rekomendasi sanksi belum juga diputuskan hingga akhir Oktober ini. "Bagi kami sanksi itu sudah tepat, kami tidak setuju apabila pengurus pusat merekomendasikan sanksi yang lebih ringan ataupun yang lebih berat," imbuhnya lagi.

Baca Juga: Larangan Difabel Jadi Kandidat Pilkada Diskriminatif

Seperti diberitakan Gatra.com sebelumnya, drg. Romi telah mengabdi di salah satu Puskesmas di Solok Selatan, Sumatera Barat sejak 2015 menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Kementerian Kesehatan RI, dalam kondisi sehat. Namun kondisi fisiknya berubah sejak ia melahirkan anak kedua pada Juli 2016, dan mengalami paraplegia (lemah pada tungkai kaki) serta harus memakai kursi roda.  

Pada 2018 drg. Romi mengikuti tes CPNS yang dilakukan di wilayah Kabupaten Solok Selatan. Dia dinyatakan lulus pada tahap Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Bahkan dirinya menempati peringkat pertama pada hasil seleksi CPNS 2018 yang diumumkan dalam pengumuman Sekdakab Solsel pada 31 Desember 2018. Selanjutnya drg. Romi melengkapi berkas dan tes kesehatan pada 18 Januari 2019. Berdasarkan hasil pemeriksaan di RSUD M. Djamil, drg. Romi dinyatakan layak kerja.

Baca Juga: SKCK On The Spot untuk Penyandang Disabilitas Pemalang

Dari sana perjalanan dokter Romi mendapatkan diskriminasi dimulai. Tiba-tiba dokter Romi dinyatakan gagal atau tidak lulus melalui surat keputusan Bupati Solok Selatan pada 18 Maret 2018. Belakangan, berkasnya tidak diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena tidak memenuhi syarat formasi umum.

Padahal pada tanggal yang sama juga sudah keluar surat okupasi dari RSUD Arifin Ahmad, Riau bahwa Romi layak kerja. Pada 1 April 2019, secara mengejutkan Pemkab setempat meluluskan Lili Suryani dengan menurunkan drg. Romi ke peringkat dua.

5751