Home Politik Jika Meledak 3 Masalah di Sumut Ganggu Stabilitas Nasional

Jika Meledak 3 Masalah di Sumut Ganggu Stabilitas Nasional

Medan, Gatra.com - Ternyata ada sejumlah persoalan di Provinsi Sumut yang dinilai bisa mengganggu stabilitas politik, hukum dan keamanan (Polhukam) tingkat nasional. Hal itu disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, di Medan, Minggu (13/10).
 
"Pertama, isu lahan eks HGU PTPN II. Kedua, sengketa lahan seluas 250 hektare di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Ketiga layanan publik yang bersentuhan langsung kepada masyarakat seperti e-KTP," ujarnya.
 
Abyadi mengibaratkan ketiga persoalan itu sebagai bom waktu. Apabila tidak diselesaikan, maka sewaktu-waktu akan meledak dan mengganggu stabilitas nasional. Kata dia, masalah lahan eks HGU PTPN-II sudah cukup lama. Namun, pemerintah belum juga berhasil menyelesaikannya. 
 
Abyadi menilai, ada kebijakan yang tidak adil dalam proses penyelesaian kasus ini. Proses penyelesaian yang dilakukan bukan untuk menyelesaikan masalah. Tapi justru membuat masalah kian rumit.  "Yang membuat lahan eks HGU ini menjadi masalah, kan karena tanah tersebut sudah banyak menjadi kawasan pemukiman masyarakat yang padat dan kompak. Puluhan ribu jiwa penduduk menempatinya. Ini masalahnya," kata Abyadi.
 
Tentu kondisi tersebut akibat tingginya kebutuhan masyarakat atas tanah untuk pemukiman. Sementara, di sisi lain, masyarakat tidak memiliki kemampuan membeli tanah resmi untuk pertapakan rumahnya. Masyarakat hanya mampu menjangkau membeli tanah di eks HGU. "Ini faktor penyebabnya," jelas Abyadi. 
 
Tapi kemudian, lahan lahan eks HGU itu justru diberikan kepada segelintir pengusaha. Ironisnya, jumlahnya cukup luas. Sementara masyarakat yang sudah membentuk tatanan sosial yang padat dan kompak dalam sebuah pemukiman, justru tidak diberikan. "Penyelesaian masalah seperti ini kan justru memperumit masalah. Bukan menyelesaikan masalah," katanya.
 
Abyadi mencontohkan, tidak sedikit lahan eks HGU tersebut kini telah berubah menjadi kawasan perumahan mewah, komplek pertokoan elit. Intinya, lahan eks HGU itu dilepas kepada beberapa orang pengusaha. "Jadi, lahan eks HGU itu dilepas kepada pengusaha untuk semakin memperkaya pengusaha itu sendiri. Itu yang terjadi," ujar dia.
 
Masalah kedua, lanjut Abyadi, adalah, kasus sekitar 250 hektare lahan pemukiman di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Lahan ini juga sudah menjadi kawasan pemukiman yang padat dan kompak. Puluhan tahun masyarakat tinggal di kawasan itu. Saat ini, setidaknya sekitar 4000-an KK penduduk tinggal di kawasan itu. 
 
"Tapi mereka sama sekali tidak bisa mengurus sertifikat hak milik. Sebab, TNI AU menyatakan sebagai pemilik lahan pemukiman puluhan ribu jiwa penduduk itu. Sementara, lahan di sekitar kawasan itu, kini sudah menjadi kawasan pertokoan mewah," jelas Abyadi.
 
Ketiga adalah, masalah layanan layanan publik yang berdampak langsung pada masyarakat secara luas. Sebut misalnya, layanan pengurusan indentitas kependudukan (KTP Elektronik). Ini menjadi masalah besar, karena ketidakpunyaan KTP, secara langsung akan mengakibatkan sulitnya mengakses layanan layanan lainnya. Atau tidak bisa mendapatkan fasilitas fasilitas negara lainnya.
 
Bagi masyarakat miskin misalnya, yang tidak punya KTP, maka dipastikan tidak akan mendapatkan beragam fasilitas pemerintah untuk masyarakat miskin. Seperti mendapatkan fasilitas program Keluarga Harapan (PKH), dan sebagainya. "Bayangkan, berapa juta masyarakat miskin di Indonesia. Ini juga penyebabnya, penyaluran dana dana untuk orang miskin, tidak tepat sasaran," tegas Abyadi.
7446