Jakarta, Gatra.com - Tokoh Sastrawan Indonesia, Seno Gumira Adjidarma, mengatakan bahwa karya sastra adalah karya yang bebas dan liar. Oleh karena itu, karya sastra terkadang dijadikan sebagai media kritik terhadap sikap pemerintah maupun swasta.
"Karya sastra itu membongkar, boleh juga mengkritik. Tapi kritik yang bukan menghina atau memaki-maki," ucapnya saat ditemui dalam acara diskusi Sastra Adaptasi "Dari Sastra Menuju Medium Lainnya" di Istora Senayan Jakarta, Jumat (11/10).
Seno menambahkan, sastra adalah sebuah pemikiran yang membongkar suatu masalah, sehingga orang terus ingin membaca dan berpikir kreatif. Sastra bukan sebuah karya yang bahasanya mendayu-dayu, berisi pedoman hidup dan curahan hati seseorang.
"Kalau ada orang yang bilang sastra itu isinya curhatan atau bahasanya mendayu-dayu, ya itu cuma mitos. Sastra adalah pemikiran yang membongkar dan memberi solusi," ucapnya.
Selain itu, sastra juga bisa digunakan sebagai sarana pembangunan tidak langsung. Sastra membantu melalui pemikiran agar bersikap simpati dan empati terhadap orang lain.
"Karya sastra itu bisa membantu pembangunan, contohnya kasus 1965 penculikan mahasiswa, kalau sudah baca itu pasti berpikir kalau adik kita yang diculik pasti kita marah. Oleh karena itu, kita perlu sastra untuk membangun pribadi yang seperti itu, saling menolong antarsesama" ungkapnya.
Karya sastra dari berbagai jenis juga bisa dikolaborasikan satu dengan lainnya, seperti karya novel yang banyak diadaptasi menjadi sebuah film dan karya puisi yang diadaptasi menjadi musik. Hal ini tentunya memberikan gambaran multitafsir dari setiap orang yang membacanya.
Reporter: JJH