Jakarta, Gatra.com - Penasihat hukum tersangka anggota DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra, Petrus Bala Pattyona mengkritisi KPK karena kliennya tidak bisa beribadah saat berada di Rumah Tahanan KPK.
"Hak seseorang sebagai tersangka berhak mendapatkan kunjungan dari keluarga, pengacara dan rohaniawan. Klien saya kebetulan Hindu. Di rutan kpk tidak ada tempat ibadah mau ketika mau mendapat kunjungan rohaniawan tidak bisa. Kita berkali-kali menyurati tidak dijawab," ujar Petrus dalam diskusi di Kopi Politik, Jakarta Selatan, Jumat (11/10).
Selain itu ia juga mengkritik adanya dua tersangka lain dalam kaitannya dengan perkara ini sudah sejak 8 Agustus sampai sekarang tidak pernah diperiksa. "Padahal kalau bicara KUHAP tersangka berhak mendapatkan pemeriksaan awal kalau digantung gini susah," katanya.
Dalam kasus ini, Nyoman diduga menerima suap untuk mengunci kuota impor yang diurus dari sejumlah pengusaha tahun 2019. Ia juga menerima komisi awal Rp2 miliar yang diberikan melalui rekening kasir money changer miliknya.
Uang itu merupakan kesepakatan agar Nyoman mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan dalam impor bawang putih ini. Ia dijanjikan mendapatkan fee awal sebesar Rp3,6 miliar. Selain itu, disepakati commitment fee sebesar Rp1.700-1.800 per kilogram bawang putih yang diimpor, apabila dapat meloloskan impor tersebut.
Selaku penerima suap, I Nyoman, Mirawati Basri dan Elviyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.