Semarang, Gatra.com - Hampir tiga tahun lamanya ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) 16 Kota Semarang bertahan dari kerasnya pembangunan jalan tol Semarang - Batang.
Meski telah beroperasi, namun nyatanya pembangunan masih terus berjalan dan sedikit demi sedikit mulai menghabisi bangunan salah satu sekolah unggulan di Kota Semarang tersebut.
"Hampir tiga tahun kami bertahan disini. Meskipun Aula, ruang guru, ruang BK UKS dibongkar, dan gerbang sekolah harus dipindahkan ke samping" ujar Kepala SMPN 16 Semarang Yuli Heriani saat ditemui, Jumat (11/10/2019).
Selama ini, katanya, kegiatan belajar mengajar di sekolah berjalan dengan seadanya, karena tidak memadainya sarana dan prasaran. "SMP kami ini satu satunya SMP yang masih menerapkan 6 hari sekolah ya karena tidak memadai sarana dan prasarananya," imbuhnya.
Nantinya, pada tahap dua pembangunan tol ini, bakal menggusur lima ruang kelas yang dekat dengan jalan raya. Namun, pihak sekolah belum memperbolehkan sebelum ada ruang penggantinya.
"Saya belum mengijinkan untuk dibongkar, soalnya kalau kami bolehkan otomatis ruang kelas kurang, terus anak-anak mau belajar di mana. Kami sudah bertahan selama 3 tahun dengan keadaan seperti ini. Masa mau di tambah lagi," keluhnya.
Ia berharap, pemerintah dapat segera merealisasikan rencana relokasi sekolahnya. Supaya SMPN 16 Semarang bisa menempati sekolah baru yang representatif. "Saya pengen cepat di relokasi supaya anak anak bisa belajar dengan tenang, nyaman dan aman," harapnya.
Sementara itu, Herdian Bergas (14) salah satu siswa SMP 16 menilai, pembangunan tol Semarang- Batang memiliki unsur ketidak adilan. Sebab, pemerintah terkesan abai atas nasibnya dan ratusan teman sekolahnya yang lain. Ia menganggap Kunjungan Walikota Semarang Hendrar Prihadi setahun silam, seperti tidak memberikan perubahan apapun bagi sekolahnya.
"Pak Hendi pernah kesini setahun yang lalu, janji ini janji itu tapi ditungguin udah setahun ini nggak ada perubahan juga. Ruangan belajar makin terbatas apalagi nanti ada lima kelas yang mau dibongkar," paparnya. Menurutnya, pembongkaran ini hanya akan membuat kegiatan belajarnya semakin terganggu.
"Sekarang saja sudah semakin sempit, masa iya mau di bongkar lagi. Sekarang saja kalau mau pinjem buku di perpustakaan sekolah makin susah karena nyatu sama ruang guru, ruang UKS jadi kecil," keluhnya.
Selain itu, adanya debu debu yang berterbangan, dan suara suara yang berasal dari alat berat pembangunan proyek juga dirasa menganggu kegiatan belajar mengajar. "Debu itu banyak sekali, apalagi dulu waktu awal awal, sekarang sudah mendingan tapi masih aja banyak debu apalagi musim kemarau gini bikin mata perih dan napas jadi sesak," keluhnya.
Ia dan ratusan siswa lainnya berharap, adanya kejelasan dari Pemerintah Kota Semarang, Dinas Pendidikan Kota Semarang dan pihak pihak yang berkepentingan lainnya, terkait dengan nasib dan kejelasan tempatnya menuntut ilmu. "Kalau mau dipindah ya beneran dipindah, jangan malah dibiarkan seperti ini. Jangan menganggu kegiatan sekolah kita, jangan bikin kami jadi semakin susah," harapnya.