Padang, Gatra.com - Isak tangis membuncah. Wakil Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Nasrul Abit tidak kuasa menahan air mata saat menyambut kedatangan Putri Yanti (30), korban yang sempat kritis akibat kerusuhan berdarah di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua akhir bulan lalu.
Beberapa kali ia menyeka bulir air mata dengan sapu tangannya, agar tidak jatuh. Matanya memerah menyaksikan momentum kedatangan warganya. Ia terharu warganya bisa selamat dari masa kritis, dan kini kembali ke kampung halaman di Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.
"Jadi ibu-ibu, beliau kita bawa ke RSUP M Djamil Padang dulu. Jangan dibawa ke kampung halaman dulu. Sama-sama kita rawat," tutur Nasrul sambil mendorong kursi roda yang digunakan Putri itu, Kamis (10/10) di BIM.
Mantan Bupati Pesisir Selatan itu menyampaikan, Putri akan menjalani operasi di RSUP M Djamil Padang pada bagian tangan kiri. Sebelumnya, warga Sumbar yang sudah empat tahun hidup di Wamena itu sempat dirawat di RSUD Wamena, tapi terkendala alat yang kurang memadai.
Sementara di sisi lain, keluarga Putri yang datang dari Pesisir Selatan terus berurai air mata. Mereka tidak kuasa menahan tangis. Terutama orang tua dan saudara-saudaranya. Mereka bergantian memberikan kecupan sayang dan memeluk Putri yang baru saja menginjak Ranah Minang kembali.
Setidaknya, ada tujuh keluarga yang ikut menyambut kedatangan perempuan muda yang sudah empat tahun merantau ke Wamena itu. Tangis mereka tidak terbendung, terlebih warga atau sanak saudara dari Pesisir Selatan.
"Ibu, mana kakak? Ibu jangan menangis. Kalau Ibu menangis, saya capek. Saya sakit seperti ini, tidak ada saya rasakan setelah bertemu Ibu," ucap Putri yang berusaha bersikap tegar.
Sebelumnya, perempuan asal Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan itu sempat dirawat di RSUD di Wamena karena mengalami luka bakar dalam kerusuhan di Wamena, Rabu (23/9). Ia juga kehilangan suami, Syafrianto (36) dan anaknya Rizky Wijaya (4) akibat kerusuhan berdarah tersebut.
Kini Putri terpaksa hidup seorang diri, dan mencoba bangkit dari trauma yang menimpanya. Apalagi, hingga saat ini ia masih merasakan sakit yang teramat sangat atas kehilangan keluarga kecilnya itu. Alasan itu pula yang membulatkan tekadnya untuk mencari peruntungan di kampung halaman, dan tidak akan kembali lagi ke Wamena.