Jakarta, Gatra.com - Laporan Rapid Assessment atau penilaian cepat Ombudsman terhadap kepolisian terkait kasus kerusuhan dalam aksi 21-22 Mei lalu, dibantah Polri. Polri sendiri diwakilkan oleh Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum), Polri Komjen Pol Moechgiyarto.
“Dia menganggap ini bukan kewenangan Ombudsman untuk melihat terkait penegakan hukum,” kata Komisioner Ombudsman RI, Niniek S Rahayu, di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Kamis (10/10).
Niniek menyebut ada beberapa poin yang dibantah Polri. Pertama, polisi meyakini bahwa yang terjadi pada tanggal 21 sampai 23 itu bukan demonstrasi, tetapi murni kerusuhan.
“Yang terjadi pada 21-23 yang izin hanya di depan Bawaslu, di wilayah lainnya tidak ada izin, maka itu masuk kategori kerusuhan oleh kepolisian,” kata Niniek.
Kedua, salah satu poin yang diberi nilai merah oleh Ombudsman adalah soal penyidikan anak-anak yang tidak dilakukan oleh Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), namun dilakukan oleh Resmob.
Soal ini juga menurut Niniek dibantah polisi, meski diperiksa oleh Resmob tapi para penyidik memiliki sertifikasi penyidikan anak dibawah umur.
Alasannya, “Tidak ada di dalam Perkap (Peraturan Kapolri) maupun di UU PPPA yang menyebut itu, soal kewenangan berdasarkan sertifikasi tetapi berdasarkan unit khusus yang ditunjuk,” kata Ninik.
Meski dibantah dan tidak diterima oleh Irwasum, Niniek menyebut Ombudsman tetap akan meneruskan laporan ini ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Alasanya, Irwasum merupakan bawahan Kapolri dan bisa jadi penolakan ini belum diketahui Kapolri.
“Tentu kita tetap menyampaikan ke Kapolri, karena Irwasum kan di bawah Kapolri, meski hadir atas nama Kapolri. Tapi, penolakan ini bisa jadi belum diketahui Kapolri. Soal itu, saya belum tahu. Apakah sudah lapor atau belum? Tapi secara institusional, Ombudsman punya kewajiban menyampaikan ke Kapolri langsung sebagai kepala institusi tertinggi di kepolisian,” kata Niniek.