Jakarta, Gatra.com - Sejumlah partai koalisi pendukung Joko Widodo dan Maruf Amin pada pilpres 2019 mempertanyakan sikap Gerindra yang kabarnya meminta jatah menteri. Diketahui, Gerindra mengajukan beberapa syarat kepada Presiden jika ingin didukung oleh partai pimpinan Prabowo Subianto itu.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily menakar peluang Gerindra untuk bergabung ke dalam koalisi pemerintah. Menurutnya, jika tujuan Gerindra adalah ingin berkontribusi bagi negara, tak perlu masuk kabinet. Ace menyarankan sebaiknya Gerindra menjadi oposisi untuk keseimbangan politik.
"Saya kira kontribusi partai gerindra bisa juga di dalam oposisi. itu pun sangat terhormat. kenapa? Karena itu menyangkut dengan menjaga keseimbangan politik. Demokrasi itu kan menghajatkan tetap adanya keseimbangan kekuasaan," kata Ace saat ditemui di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (10/10).
Baca juga: PDIP: Lucu jika Gerindra Ajukan Calon Menteri
Ace pun merasa heran jika Gerindra meminta jatah menteri pada kabinet pemerintahan Jokowi periode kedua. Diketahui, selama lima tahun belakangan Gerindra sangat kontradiktif dengan pemerintah. Untuk itu, Ace berpendapat bahwa Gerindra tak perlu berekspektasi masuk ke dalam kabinet.
"Jangan terlalu punya ekspektasi bahwa mereka akan diakomodasi dalam pemerintahan, dalam satu kabinet gitu ya. kenapa? karena toh sekarang ini proses politik, check and balance bisa juga dilakukan melalui DPR. Apalagi kan DPR MPR juga hampir semua mengakomodasi kekuatan politik yang ada," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanulhaq menuturkan, komposisi kabinet merupakan hak preogratif Presiden Jokowi. Partainya pun menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi perihal jatah menteri.
"Kalau PKB menyerahkan 100 persen kepada Presiden untuk memilih siapa pun, termasuk dari partai-partai yang kemarin menjadi rival pada Pilpres 2019. Seperti itu," ujarnya.
Baca juga: Nasdem Tidak Setuju Gerindra Gabung di Pemerintahan
Namun, meski begitu, Maman mewanti-wanti Jokowi untuk berhati-hati dalam menentukan kursi meteri. Ia tak ingin nantinya kursi menteri diduduki orang yang tidak konsisten mendukung program pemerintah.
"Jangan sampai ada orang yang kemarin, berbeda dengan kita, bersaing dengan kita, lalu masuk dalam gerbong ini tiba-tiba membuat ulah. itu menurut saya tidak boleh terjadi. Pemerintahan Jokowi sudah on the track. Jadi jangan ada orang yang asalnya dari luar, kemudian dia tidak konsisten mendukung," jelasnya.
Pengamat Politik, Gun Gun Heryanto menjelaskan, dalam konteks konsolidasi demokrasi kekuatan oposisi harus berimbang demi menjaga fungsi kontrol. Sebab menurutnya, jika komposisi antara oposisi dengan koalisi pemerintah timpang, tidak baik bagi iklim demokrasi.
"Kalau kita bicara kekuatan pengontrol penting nggak di demokrasi? Sangat. Kenapa? Karena kalau semuanya satu arus, pada saat misalnya ada kepentingan politik yang agak berbeda dengan apa yang dikehendaki publik, itu tidak ada yang menyuarakannya secara produktif dan efektif," jelas Gun Gun.
Gun Gun berpendapat sebaiknya ada koalisi oposisi yang menjadi penyeimbang pada pemerintahan Jokowi periode kedua ini. Ia menilai sebaiknya Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS itu konsisten dengan posisi dan sikap politik sebagai oposisi. Jika menyisakan PKS di luar pemerintah, menurutnya fungsi kontrol tidak berjalan efektif.
"Kalau cuma PKS, menurut saya kekuatan oposisi penyeimbang kekuasaan sangat sangat tidak efektif. Maksud saya, keberadaan Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS itu penting untuk kekuatan kelompok di luar pemerintahan agar terkanalisasi secara efektif di partai dan di parlemen" katanya.