Padang, Gatra.com - Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit, menilai perhutanan sosial menjadi terobosan penting dalam menanggulangi dan mengentaskan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan penguasaan, dan pengelolaan kawasan hutan, terutama bagi masyarakat yang berada di daerah pinggiran hutan.
"Dengan adanya perhutanan sosial, mereka bisa membuat dan mengelola hutan dengan perizinan. [Mengenai] perizinan nanti dibantu Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar," kata Nasrul Abit, Kamis (10/10).
Menurutnya, salah satu terobosan terkait perhutanan sosial yang diimplementasikan Pemprov Sumbar yakni mengenai terbitnya Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 52 Tahun 2018 tentang Pedoman Fasilitasi Perhutanan Sosial.
"Banyak masyarakat kita sangat bergantung pada hutan. Di Sumbar cukup tinggi, dimana sebagian besar nagari dan desa berbatasan langsung dengan kawasan hutan, jadi sangat membantu perekonomian masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa kondisi yang kerap menimbulkan persoalan antara pemerintah dan masyarakat terhadap kawasan hutan, atau dikenal konflik kehutanan. Keadaan tersebut seperti kondisi topografi dan aksesibilitas yang jauh di pinggir hutan, terbatasnya luas lahan garapan, serta rendahnya pengetahuan dan tingkat ekonomi masyarakat
"Sering kali kita terkendala dengan masalah sengketa tanah, permasalahan izin usaha, yang bisa menimbulkan konflik atau benturan antara pemerintah dan masyarakat terhadap kawasan hutan. Apalagi terkait masalah dengan tanah adat atau ulayat," ungkap Nasrul Abit.
Wagub Sumbar menyambut baik program perhutanan sosial yang bekerja sama dengan pemerintah pusat. Untuk itu, perlu didorong komitmen para pihak melalui Peraturan Gubernur No. 52 Tahun 2018, tentang Pelaksanaan Fasilitasi Perhutanan Sosial.
"Agar ke depan, permasalahan bisa terselesaikan dengan baik, agar [tercipta] keadilan bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan bisa terjamin," sebutnya.
Wagub Nasrul Abit berharap, perhutanan sosial dapat mendorong pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan dengan pemberian akses legal.
"Ketersedian lapangan kerja dan persoalan ekonomi sosial dapat dipecahkan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal, adil, dan berkelanjutan. [Kemudian] tetap menjaga kelestarian hutan beserta lingkungan hidup," ujarnya.
Selanjutnya, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto mengatakan, mengelola hutan secara legal harus memperhatikan model bisnis yang cocok.
"Kalau di hutan lindung dan konservasi, hanya bisa memanfaatkan jasa lingkungan non kayu. Sementara, kalau hutan produksi semua boleh dikelola dan diambil manfaatnya," jelas Bambang.