Jakarta, Gatra.com- Lembaga Saksi dan Perlindungan Korban(LPSK) angkat suara mengenai kasus penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto. Pada Kamis 10 Oktober 2019 siang, Wiranto menjadi target serangan Syafril Alamsyah alias Abu Rara, dan Fitri Andriana, istrinya, dengan senjata tajam usai meresmikan Universitas Mathla’ul Awal di Pandeglang, Banten.
Menko Polhukam Wiranto dilaporkan selamat dari upaya penusukan itu meski menderita sejumlah luka. Sejumlah orang yang berdiri di dekat Wiranto turut mengalami luka tusuk.
Menyikapi serangan tersebut, Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menyatakan pihaknya merasa prihatin akan cara-cara kekerasan yang masih dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Ia menilai penetapan target serangan tidak pandang bulu. Terbukti dengan penyerangan yang tidak hanya melukai Menko Polhukam saja tetapi juga ajudan dan Kapolsek yang berdiri di dekat Wiranto.
“Indonesia merupakan negara hukum dimana hukum seharusnya dikedepankan untuk menyelesaikan suatu masalah. Cara penyelesaian dengan kekerasan hanya menimbulkan korban jiwa dan tidak memperbaiki situasi apa pun,” ujar Hasto melalui rilis yang diterima Gatra.com pada Kamis(10/10).
Saat ini, LPSK masih menunggu ekspose dari pihak kepolisian apakah serangan ini termasuk kategori terorisme. Jika penyerangan ini dikategorikan sebagai serangan terorisme, LPSK menyatakan siap untuk melindungi dan melakukan pemenuhan terhadap hak-hak korban sesuai Pasal 6 UU No. 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.