Bandung, Gatra.com – Salah satu faktor meningkatnya angka bunuh diri di Indonesia akibat terbatasnya layanan kesehatan jiwa.
“Sampai saat ini jumlah pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit Umum masih sangat terbatas. Padahal, jumlah pasien yang membutuhkan layanan cukup banyak,” kata Anggota
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, Teddy Hidayat, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/10).
Teddy mengungkapkan, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Daerah pada tahun 2018, penderita depresi di atas usia 15 tahun, jumlahnya mencapai sekitar 11 juta.
“Sementara di Jawa Barat, penderita depresi di atas usia 15 tahun, jumlahnya mencapai lebih dari dua juta,” ucap Teddy.
Teddy mengungkapkan, fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sejauh ini belum mampu mendeteksi kecenderungan pasien depresi yang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Meski, pasien tersebut sudah mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, sebelum melakukan tindak bunuh diri.
“Ini juga menjadi kendala. Faktornya juga banyak, mulai dari SDM yang kurang, pengetahuan yang kurang atau obat yang tidak ada,” imbuhnya.
Teddy meminta agar persoalan tersebut harus menjadi perhatian serius. Pemerintah perlu memikirkan strategi baru untuk mengurangi angka bunuh diri di Indonesia.
Teddy menyebut ada masa ketika psikiater datang berkeliling ke seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, itu tidak mengurangi angka kematian akibat bunuh diri.
“Harus ada perubahan strategi. Pelayanan berdasarkan komunitas yang harus dikembangkan. Obat menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan dan juga SDM-nya,” kata Teddy.