Jakarta, Gatra.com - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Ansyori, menyatakan bahwa ada kesalahpahaman dalam memahami sanksi administratif yang saat ini tengah digarap pemerintah untuk menjerat peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran.
Sanksi tersebut akan direalisasikan untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta BPJS Kesehatan dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Adapun bentuk sanksinya, seperti kesulitan dalam memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM).
Menanggapi hal itu, Ahmad Ansyori, menegaskan bahwa sebenarnya sanksi administratif sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
"Itu salah paham karena PP 86 Tahun 2013 yang mengatur tentang sanksi administratif. Jadi sejak 2013 ada peraturan pemerintah itu dan sampai hari ini belum dilaksanakan," katanya dalam acara Seminar dan Bedah Buku "Keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional" di Faculty Club Universitas Indonesia, Depok, Kamis (10/10).
Dia menambahkan bahwa sanksi administratif seperti itu diperlukan. Dia pun memberikan contoh salah satu negara yang memberikan sanksi administratif bagi peserta penyelenggaraan jaminan sosial yang menunggak.
"Korea Selatan kepesertaannya itu 99,98% setelah kita lihat apabila kewajiban itu ditunggak atau ditunda dalam waktu dua bulan maka seluruh asetnya freeze [dibekukan] tidak bisa bertransaksi apapun," ujarnya.
Kemudian, jaminan sosial, kata Ansyori, merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang termaktub di dalam baik Deklarasi HAM, UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (3) hingga Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Dari contoh itu, Ansyori menganggap bahwa hal ini bukan menyangkut terhambatnya pembuatan SIM melainkan salah satu instrumen untuk mewujudkan penyelenggaraan jaminan sosial bagi warga negara Indonesia yang menurutnya belum terpenuhi.
"Maka apakah ini tentang penghambat SIM? Tidak, ini tentang Hak Asasi Manusia warga negara Indonesia yang tidak dipenuhi," ujarnya.
Reporter: ARH