Home Hukum LBH Pers dan AJI Laporkan Kasus Kekerasan Jurnalis ke Propam

LBH Pers dan AJI Laporkan Kasus Kekerasan Jurnalis ke Propam

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta kembali melaporkan kekerasan terhadap jurnalis Tirto.id Haris Prabowo dan Narasi TV Vany Fitria saat meliput aksi tolak UU dan RUU bermasalah, ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Hal itu dilakukan karena laporan kekerasan tersebut sebelumnya ditolak Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.

Ketua Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung menjelaskan, laporan itu dibuat ke Propam atas rekomendasi setelah pelaporan di Bareskrim Polri, Rabu (9/10). Alasannya, terdapat dugaan pelanggaran etik yang dilakukan aparat kepolisian saat mengamankan aksi.

"Bahasa mereka di Bareskrim belum diterima, mereka mengarahkan kita ke Propram, untuk pidananya ke Polda Metro Jaya. Namun, di Polda kita tahu, Jumat pekan lalu laporan sampai jam 7 malam secara enggak langsung ditolak. Bahasa belum bisa diterima," kata Erick melalui sambungan telepon kepada Gatra.com, Rabu (9/10) malam.

Terkait bukti yang kurang itu, kata Erick, ini menyangkut dugaan penghalangan liputan dan kekerasan terhadap jurnalis. Padahal, korban sudah memiliki bukti rekaman suara, foto, dan saksi di tempat kejadian perkara (TKP).

"Artinya, bukti kita cukup [untuk] laporan. Persoalan pembuktian tugasnya penyidik untuk melakukan penyelidikan," paparnya.

Akhirnya, beberapa laporan itu diberikan ke Propam, meski Erick menyebut, proses pelaporan itu sempat dipersulit. "Buat dua laporan pidana ke Bareskrim ditolak. Pelanggaran etik di Propram. Sempat alot lah sampai tiga jam," jelasnya.

Erick melanjutkan, kedua jurnalis itu menggunakan Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Pers no 40 tahun 1999. Erick menjelaskan, penggunaan pasal itu sekaligus menguji apakah UU Pers bisa berdiri sendiri untuk melindungi jurnalis atau tidak. Ternyata, hasilnya pasal tersebut belum bisa diterapkan. 

Sebelumnya, laporan kekerasan terhadap jurnalis Tirto, Haris Prabowo dan Narasi TV, Vany Fitria ditolak oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri. Laporan itu merupakan laporan kedua setelah kedua jurnalis yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menyerahkan surat itu ke Polda Metro Jaya dan mendapat respons yang sama.

Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, alasan ditolaknya kasus tersebut adalah pihaknya harus melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) terlebih dahulu.

"Padahal etik adalah persoalan etik, pelanggaran hukum adalah persoalan pelanggaran hukum. Argumentasi kami ini bisa sebenarnya berjalan sama," kata Ade di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (9/10).

Mendapati laporan tersebut ditolak, Ade dan rekan direkomendasikan untuk menyurati Kabareskrim, Komjen Pol Idham Azis. Artinya, kasus tersebut akan ditangani bukan melalui jalur laporan polisi.

Jurnalis Narasi TV Vany Fitria mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat Brimob saat meliput aksi demonstrasi pada Rabu (25/9) malam. Tidak hanya diintimidasi, telepon selulernya pun dirampas dan dibanting ke trotoar jalan.

Sekitar pukul 20.10 WIB, seorang anggota Brimbob mendekati Vany dan memintanya untuk tidak mengambil gambar. Beberapa detik kemudian, seorang anggota Brimob yang lain memukul badan Vany dengan tameng hingga ia nyaris terjengkang. Saat berusaha berdiri, anggota Brimob tersebut mengambil telepon seluler Vany dan membantingnya ke trotoar.

Sementara itu, kekerasan juga dialami oleh jurnalis Tirto.id Haris Prabowo ketika meliput pembubaran massa aksi oleh polisi di sekitar flyover Bendungan Hilir, Senin (30/9) malam. Saat itu, terjadi konflik antara para anggota marinir AL dan polisi di area RS Gigi dan Mulut LAKDOGI TNI AL RE Martadinata.

Haris mencoba mendekat untuk mengetahui duduk perkara. Tiba-tiba ada beberapa anggota TNI AL berteriak untuk “mengamankan” wartawan.

Setelah sempat berkomunikasi dan menjelaskan bahwa ia sedang bertugas liputan, Haris pun dibawa menuju gedung DPR RI dengan cara bagian lehernya dipiting oleh polisi. Sesampainya di gedung DPR, Haris dipaksa untuk naik mobil tahanan polisi.

Namun, beberapa rekannya sesama jurnalis yang sedang bertugas di DPR melihat kejadian tersebut dan mencegah polisi untuk membawa Haris. Setelah terjadi debat panjang Haris akhirnya dilepaskan, tetapi wajah, KTP, dan kartu pers Haris sempat difoto oleh polisi. 

170