Jakarta, Gatra.com - Pasca penutupan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), PT Pertamina (Persero) secara mengejutkan membuka kembali trading arm di Singapura, melalui anak usahanya Pertamina International Marketing and Distribution (PIMD).
Menurut Pertamina, PIMD berbeda dengan Petral, yang merupakan trading arm untuk impor minyak mentah dan BBM untuk kebutuhan domestik. Sedangkan PIMD merupakan trading arm untuk menjual produk Pertamina dan produk pihak ketiga ke pasar international.
Fahmi Radhi, Pengamat Ekonomi Energi UGM mengatakan, PIMD juga untuk impor LPG dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Serupa dengan PIMD, Petral awalnya juga dimaksudkan untuk menjual minyak mentah di pasar internasional pada saat Indonesia masih sebagai negara eksportir minyak.
Namun, pada saat Indonesia sudah menjadi negara importir, fungsi Petral sebagai satu-satunya trading arm yang hanya impor crude untuk kilang Indonesia dan impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri.
Bahkan, menurutnya, Hasil kajian Tim Anti Mafia Migas menyimpulkan bahwa Petral telah digunakan oleh Mafia Migas untuk memburu rente dari monopoli Petral dalam impor crude dan BBM, utamanya Premium.
"Awalnya Petral juga untuk ekspor minyak, lalu berubah hanya impor crude dan BBM, yang menjadi sasaran Mafia. PIMD juga akan impor LPG dalam jumlah besar. Tidak menutup kemungkinan praktek busuk Mafia Migas di Petral terulang di PIMD," kata Fahmi ketika dihubungi Gatra.com, Kamis (10/10).
Menurut Fahmi, modus operandi dilakukan dalam bidding dan blending impor BBM. Memang dalam bidding dilakukan secara on line, tetapi ada anomaly bahwa pemenang tender selalu dari National Oil Company (NOC) negara bukan penghasil minyak, seperti Thailand, Vietnam, Italia, dan Maldives. Ternyata NOC tersebut hanya digunakan sebagai frontier Mafia Migas untuk memasok crude dan BBM dengan harga yang sudah di-markup. NOC itu bisa memenangkan tender karena ada informasi harga penawaran dari dalam Petral.
"Saya mantan anggota Tim Anti Mafia Migas, sehingga tahu persis sepak terjang Mafia Migas, yang dg mudah menggunakan kewenangan pimpinan Petral untuk pemburuan rente. Penetapan boss Petral sebagai tersangka oleh KPK membuktikan bahwa kong-kalikong orang dalam Petral dengan Mafia Migas adalah riil, saya lebih mengingatkan agar kejadian di Petral tidak terulang pada PIMD," ia menjelaskan.
Lantaran Premium sudah tidak dijual di pasar international, lanjutnya, pengadaannya dilakukan melalui blending, yang harganya juga di-markup. Harga BBM yang mahal itu dibeli oleh Pertamina, lalu dijual di pasar dalam negeri dengan memberikan subsidi, sehingga menimbulkan disparitas harga. Adanya disparitas harga antara BBM Subsidi dengan harga BBM di luar negeri mendorong Mafia Migas melakukan penyelundupan. Dengan demikian, perampokan dana APBN dilakukan oleh Mafia Migas tidak hanya melalui pengadaan Crude dan BBM, tetapi juga melalui penyelundupan BBM bersubsidi. Oleh karena itu, Tim Anti Mafia Migas merekomendasikan untuk menutup Petral.
"Setelah penutupan Petral, pembukaan kembali trading arm Pemasaran di Singapore sangat tidak tepat, bahkan blunder, yang berpotensi mengundang Mafia Migas. Praktek pemburuan rente ala Petral pasti akan terulang kembali, utamanya dalam pengadaan impor LPG, yang masih dibutuhkan di pasar dalam negeri dalam jumlah yang besar," jelasnya.
Sedangkan, menurutnya, kapasitas jualan produk Pertamina, MFO 380 untuk BBM kapal laut dan produk pihak ketiga ke pasar international, masih sangat kecil. Ujung-ujungnya, PIMD hanya akan melakukan impor LPG, yang rawan menjadi sasaran Mafia Migas untuk berburu rente seperti yang terjadi pada Petral.
"Kalau benar PIMD nantinya hanya digunakan oleh Mafia Migas dalam pemburuan rente, maka akan sangat sulit untuk menghentikan sepak terjang Mafia Migas. Pasalnya, PIMD yang berkedudukan di Singapore berada di luar territorial Indonesia, sehingga tidak terjangkau dan tersentuh oleh KPK," pungkasnya.