Quito, Gatra.com - Sebagian besar masyarakat pedesaan di Ekuador melakukan aksi unjuk rasa memenuhi jalanan ibukota Quito. Para pengunjuk rasa ini menuntut Presiden Lenin Moreno untuk membatalkan pinjaman Dana Monoter Internasional senilai $4,2 miliar. Dilansir Reuters, terlihat banyak orang berjalan kaki menuju Quito, sebagian lainnya terlihat memadati truk-truk pengangkut barang. Bahkan, para pengunjukrasa yang telah berada di Quito menghabiskan malam di jalanan.
Unjuk rasa ini merupakan aksi protes terbesar dalam 10 tahun terakhir. Mereka bersumpah tidak akan kembali hingga tuntutannya dikabulkan."Kami membela negara. Dia melakukan semua kesalahan," kata seorang pemetik brokoli berusia 26 tahun dari provinsi dataran tinggi Cotopaxi, Maria Lourdes Castillo, ketika ia melepas sepatu untuk mengistirahatkan kakinya dan beristirahat sejenak dari protes.
Castillo mengatakan keputusan Moreno untuk mengakhiri subsidi bahan bakar mengakibatkan kenaikan harga pada berbagai produk. Pasalnya subsidi bahan bakar di Ekuador telah dilakukan sejak 40 tahun lalu. "Tapi upah kita tidak akan naik. Mereka tidak pernah melakukannya," katanya.
Protes yang dimulai seminggu yang lalu berkembang menjadi pemogokan nasional besar-besaran pada Rabu (9/10). Para serikat pekerja bergabung dengan ribuan penduduk asli, berbaris di jalanan ibukota. Bahkan, banyak lagi masyarakat yang berasal dari seluruh provinsi ikut bergabung.
Para pengunjuk rasa yang berasal dari provinsi-provinsi menggunakan pusat budaya sebagai pangkalan di Quito. Tim-tim sukarelawan tetap siap merawat mereka yang terluka akibat bentrokan dengan polisi, sedangkan bagi wanita yang lebih tua, menyiapkan rebusan labu dalam panci raksasa. Banyak yang tidur di taman di bawah selimut tebal yang dibawa dari rumah.
Unjuk rasa ini telah memaksa Moreno untuk memindahkan pemerintahannya ke kota pesisir Guayaquil. Pasalnya, di tempat itu, ribuan orang juga berkumpul untuk mendukungnya dalam protes balasan pada Rabu (9/10).
Meskipun begiti, Morenl tetap menolak untuk membatalkan tindakan itu. Malahan, ia menyalahkan kerusuhan ini pada presiden sebelumnya, Rafael Correa dan Venezuela Nicolas Maduro tanpa bukti yang jelas.
"Dia bisa menyalahkan siapa pun yang dia inginkan tetapi dia tahu orang-orang itu benar. Ini menyakiti saya dan itu menyakitkan bagi kita semua. Kami tidak punya banyak uang untuk dibelanjakan," kata seorang pedagang kaki lima yang berusia 60 tahun Pedro Aranga yang merupakan seorang penduduk asli Quichua, Ekuador. Aranga mengatakan sekarung besar kentang di pasar lokalnya telah naik dari US$20 menjadi US$60. Menurutnya, harga ini jauh di atas daya beli masyarakat.
Moreno menyalahkan pedagang eceran karena mengambil keuntungan dari kenaikan harga bahan bakar untuk menaikkan makanan lebih tinggi dari semestinya. Beberapa operasi polisi telah menargetkan spekulasi di pasar-pasar Quito dan Guayaquil. Unjuk rasa yang diawali tuntutan pengembalian subsidi bahan bakar ini telah membesar. Bahkan, para pengunjukrasa saat ini menuntut Moreno untuk mundur dari posisinya.
Protes masyarakat telah menjadi pemicu utama dalam menjatuhkan presiden sebelumnya dari kantor. Beberapa pengunjuk rasa mengatakan kredibilitas Moreno telah dihancurkan oleh keputusannya untuk menyetujui pinjaman IMF.