Jakarta, Gatra.com- Sekjen Masyarakat Ahli Survei Kadaster Indonesia (MASKI), Jeffry F Koto membeberkan fakta tumpang tindihnya data saat pengukuran bidang tanah oleh Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi (KJSKB). Ia menuturkan, data bermasalah lebih kepada kepemilikan tanah.
"Bahkan ada bidang tanah yang ada di laut. Kondisinya sudah sangat kusut. Seharusnya tugas pengukuran ini diserahkan kepada swasta Prima sepenuhnya," kata Jeffry melalui rilis yang diterima Gatra.com, Rabu (9/10).
Contohnya, dalam pengukuran ada bidang tanag K1, K2, K3, dan K4. K4, terdapat bidang tanah bersetifikat tetapi banyak tanah bersetifikat belum memiliki peta bidang tanah. Kondisi ini menyulitkan dalam proses pendaftaran tanah (PTSL). Seharusnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) berfokus membereskan K4 ini, dan KJSKB yang belum bersetifikat.
"MASKI lahir dari Peraturan Menteri Nomor 33 tahun 2016. Namun di tengah jalan peraturan diterbitkan revisi Peraturan Menteri ATR BPN nomor 11 tahun 2017. Setelah keluar peraturan menteri ini, surveyor yang ada di Indonesia langsung membuka kantor KJSKB (Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlesensi). Seluruh SKB dalam bentuk Prima, bukan Perseoran Terbatas (PT)," ujarnya.
Ia mengatakan, sejak awal, tujuannya agar bidang tanah yang diukur ini akan melekat secara hukum pribadi. Dalam pengukuran, jika dilakukan oleh Prima akan terkait dengan pimpinan dan rekannya. Sedangkan, PT merupakan badan hukum, yang jika dijual sahamnya akan lepas tanggung jawab hukumnya.
"Kalau prima, akan melekat seperti advokat dan rekannya. Saat itu kami berkonsultasi denga Menko Darmin Nasution, agar BPN tidak menyerahkan pengukuran tanah ke badan jenis perseroan PT, maka nanti akan menjadi BLBI bertukar kepemilikan," ucap Jeffry.
Jeffry menjelaskan, Peraturan Menteri ATR BPN nomor 11 tahun 2017 memunculkan aturan perseroan terbatas yang bisa mengikuti pengukuran BPN dan di luar BPN. Sejak awal 2016 KJSKB, hanya 56 kantor sementara yang dikejar pemerintah seluas 5 juta bidang tanah.
"Saat itu jika ada aturan masih perseoran bisa dipahami. Namun saat ini sudah tidak relevan lagi, sebab KJSKB sudah ada 170 lembaga. Seharusnya kami mampu mengerjakan hingga 2020 itu 10 juta bidang. Kenapa 10 juta kita mampu, faktanbya terjadi, yang 10 juta ini yang dilelang hanya 40%, sisannya 60% dikelola sendiri. BPN sebagai legulator berlaku juga sebagai eksekutor dan itu 60%," kata Jeffry