Riau, Gatra.com - Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia berupaya merestorasi gambut di sejumlah area yang terkena imbas karhutla. Salah satunya melalui program revitalisasi ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di area lahan bekas terbakar.
Khusus di Provinsi Riau, BRG telah merevitalisasi perekonomian masyarakat sekitar gambut, dengan menggerakkan Kelompok Masyarakat (Kopmas) setempat untuk menanam nanas dan beternak lebah penghasil madu di area gambut yang terdegradasi akibat karhutla.
Terkait hal tersebut, Kepala BRG, Nazir Foead mengatakan, revitalisasi ekonomi di lahan gambut yang terdegradasi berguna untuk memanfaatkan lahan agar memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Selain itu, dia menilai, hal itu berhasil mencegah kebakaran hutan, khususnya di Kota Dumai, Riau, pada musim kemarau 2019.
"Lokasi ini merupakan bukti, program restorasi gambut dalam bentuk revitalisasi ekonomi berhasil mencegah kebakaran hutan. Lahan yang terdegradasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan tidak terlantar, sehingga tidak mudah terbakar," ujarnya kepada awak media di lahan gambut, Dumai, Riau, Rabu (9/10).
Foead menyatakan, pemulihan lahan gambut dengan penanaman tumbuhan bernilai ekonomi di Riau ini dilakukan dengan menanam nanas seperti di Desa Mundam, Medang Kampai, Kota Dumai. Bahkan dia mengklaim, masyarakat di Desa Mundam menanam nanas dan tumbuhan kayu yang bernilai ekonomi tinggi di area bekas terbakar seluas 20 hektar. Mereka dapat mencapai penghasilan panen senilai Rp1 juta per hektar.
Foead menambahkan, keberlanjutan restorasi gambut terletak pada pemanfaatan area bekas terbakar dengan wanatani atau agroforestri. Tanaman yang dipilih dalam program revitalisasi ekonomi merupakan tanaman pertanian yang cepat menghasilkan dan dapat membantu perekonomian masyarakat secara mandiri.
Menurutnya, dengan begitu, peluang untuk pemerintah daerah dan korporasi untuk mendukung pengolahan hasil agroforestri di lahan gambut terbuka lebar. Selain itu, di Desa Bukit Timah, Dumai Selatan, program revitalisasi ekonomi gambut dilakukan melalui budidaya lebah penghasil madu.
Dia mengatakan, pihaknya memberikan paket revitalisasi ekonomi berupa 50 kotak lebah jenis Trigona Sp yang menghasilkan madu kepada Kelompok Tani Hutan (KTH) Maju Lestari. Secara lebih lanjut, Foead menjelaskan, pembudidayaan lebah penghasil madu memiliki banyak keuntungan.
Selain membantu penyerbukan tanaman pertanian, dia menilai lebah juga dapat menjadi indikator kerusakan lingkungan di area tersebut. Keberadaan lebah dalam jumlah banyak di suatu wilayah membuktikan bahwa lingkungan tersebut dalam kondisi baik.
"Pemenuhan potensi dari hasil budidaya nanas dan lebah madu ini diharapkan dapat dilakukan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pengusaha. [Hal ini] memberikan solusi yang saling menguntungkan, terutama upaya restorasi ekosistem gambut tropis Indonesia secara berkelanjutan," pungkasnya.