Jakarta, Gatra.com – Penetapan wajib kemasan buat minyak goreng, dinilai bisa membuat konsumen lebih terlindungi. Pasalnya dengan tidak adanya minyak goreng curah tak berkemasan jelas, minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat dipastikan sesuai standar nasional. Diyakini juga, kebijakan ini bisa membuat tingkat kesehatan masyarakat lebih terjamin.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah mengatakan, kebijakan pelarangan edar minyak goreng curah akan berefek pada hilangnya penjualan minyak goreng jelantah. Penggunaan minyak goreng baru sendiri jelas lebih baik jika ditilik dari sisi kesehatan.
"Bagi konsumen (kebijakan) itu bagus. Dia akan mendapatkan minyak yang benar-benar berkualitas, sesuai dengan SNI, bukan minyak bekas atau minyak jelantah," tegas Rusli kepada wartawan di Jakarta, Rabu (9/10).
Dengan demikian, ia melihat, kebijakan itu dapat membuat tingkat kesehatan masyarakat lebih terjamin. Dengan aturan wajib kemas, masyarakat juga bisa mengetahui minyak yang dikonsumsi berasal darimana, siapa produsennya, kode produksunya, hingga tanggal munyak itu diproduksi. Di mana hal tersebut makin meyakinkan masyarakat akan keamanan produksi minyak goreng tersebut.
Indef menilai, teriakan para pedagang yang memprotes kebijakan tersebut pun bukan berasal dari pedagang yang menggunakan minyak goreng curah berkualitas sebelumnya. Menurutnya, pedagang-pedagang yang selama ini menggunakan minyak curah berkualitas baik tidak akan terganggu dengan kebijakan wajib kemas ini. Lain halnya dengan pedagang-pedagang yang selama ini menggunakan minyak curah bekas pakai atau minyak jelantah.
"Pedagang yang menggunakan minyak curah jelantah, nggak jelas asal-usulnya, pasti akan teriak karena biaya produksinya akan naik, dibandingkan ketika dia mendapat minyak curah jelantah yang biayanya lebih murah," ucapnya.
Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Utama (NU), Marsudi Syuhud, pun menyetujui pelarangan penyaluran minyak goreng curah mulai tahun depan. Pasalnya dari sisi kehalaan, minyak dalam kemasan lebih terjamin.
Pasalnya, minyak yang berasal kemasan dari pabrik itu akan menjadi halal jika diproduksi dan dikemas dalam proses yang halal. Artinya, tidak ada najis. Sementara itu, minyak curah belum tentu bisa terjamin karena memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibanding minyak kemasan.
Marsudi menyebutkan, ada sebagian oknum yang yang menggunakan minyak curah bekas untuk menggoreng babi.
“Nah kalau minyak curah itu adalah daripada bekas minyak goreng, bekas yang dikumpulin kemudian dijual, kan kita gak ngerti itu untuk goreng apa. Kalau itu untuk goreng najis, ya jadi kena najis. Makanya dilarang,” tuturnya kepada wartawan di Jakarta, dalam kesempatan terpisah.
Bahkan tak hanya soal halal, ia juga menilai, minyak goreng kemasan lebih mampu menjamin perlindungan kesehatan dari sisi kesehatan.
“Ya kalau tinjauannya tadi (tak terjamin), dari minyak bekas, itu baik. Karena kita tidak tahu bekas goreng apa itu. Selain kesehatan, kan juga gak sehat kalau itu bekas,” paparnya lagi.
Senada, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tahuid Saadi mengatakan, langkah pemerintah menyetop peredaran minyak curah di pasaran bertujuan melindungi kesehatan masyarakat. Manalagi, seringkali, masyarakat kerap menggunakan minyak curah beberapa kali pengunaan. Hanya saja, langkah tersebut harus disertai kebijakan pemberian insentif kepada pedagang kecil, seperti IKM dan UKM, berupa subsidi harga.
Sementara, Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen NasionaL (BPKN), Arief Safari mengatakan, aturan minyak goreng kemasan menguntungkan konsumen maupun para pengusaha kecil. Dengan aturan tersebut, bisa timbul kesempatan bagi usaha kecil dan mikro (UKM) guna menjadi produsen kemasan minyak goreng.
“Produsen minyak gorengnya kan memang sudah besar-besar. Tapi adanya aturan ini kan juga bisa pengemasan itu diserahkan ke UKM,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/10), melalui rilis yang diterima Gatra.com.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengajak produsen minyak goreng untuk menjual minyak goreng kepada konsumen dalam bentuk kemasan. Aturan minyak goreng kemasan dinilai untuk menjamin keamanan pangan dan peningkan konsumsi bagi masyarakat.
Pasalnya, memenuhi ketentuan yang berlaku. Namun, Menteri Perdagangan Enggartiasto menekankan, bukan berarti ada pelarangan terhadap warga jika masih menggunakan minyak goreng curah.
Program pengalihan minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan diputuskan pula karena masih tingginya penggunaan minyak goreng curah di masyarakat. Konsumsi minyak goreng curah disebut lebih dari 2 juta ton tiap tahunnya.
Total produksi minyak goreng nasional per tahun sendiri berjumlah sekitar 14 juta ton. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri sekitar 5,1 juta ton. Sisanya untuk kebutuhan pasar luar negeri.
"Dari kebutuhan dalam negeri hampir 50% masih dikonsumsi dalam bentuk minyak goreng curah yang belum terjamin kebersihannya, baik dari sisi produksi maupun sisi distribusi," terang Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita.