Beirut, Gatra.com - Seorang pejabat Kurdi Suriah mengatakan, otoritas pimpinan Kurdi di Suriah Utara membuka pembicaraan dengan Damaskus dan Rusia untuk mengisi kekosongan keamanan di daerah tersebut. Hal itu menyusul penarikan penuh pasukan Amerika Serikat dari wilayah perbatasan Turki.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (8/10), komentar pejabat senior Kurdi, Badran Jia Kurd tersebut menunjukkan kesulitannya dalam menghadapi pasukan pimpinan Kurdi di Suriah Utara menyusul penarikan sebagian pasukan AS.
Amerika Serikat telah menarik 50 orang pasukan khususnya dari bagian perbatasan Turki pada Senin (7/10). Hal itu membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan serangan yang telah lama diancam terhadap pasukan pimpinan Kurdi Suriah yang dianggapnya teroris.
Baca Juga: Erdogan, Putin dan Rouhani Setujui Langkah Damai di Suriah
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi menggambarkan keputusan AS sebagai tikaman dari belakang. Dipelopori oleh milisi Kurdi YPG, SDF telah menjadi bagian utama dari kampanye yang dipimpin AS melawan ISIS.
"Jika AS mengosongkan daerah itu, terutama daerah perbatasan, kami sebagai pemerintahan sendiri juga sebagai SDF, jadi terpaksa mempertimbangkan semua opsi yang ada," kata Jia Kurd.
"Pada saat itu kami bisa saja menunda pembicaraan dengan Damaskus atau pihak Rusia untuk mengisi kekosongan atau juga memblokir serangan Turki. Langkah ini memungkinkan perkembangan baru serta pertemuan juga kontak komunikasi jika terjadi kekosongan," tambahnya.
Baca Juga: AS Tidak Akan Dukung Turki Ciptakan Zona Aman di Suriah
Di hari yang sama Turki menyatakan, pihaknya telah menyelesaikan persiapan untuk operasi militer di timur laut. Negara itu memandang YPG sebagai organisasi teroris karena hubungannya dengan militan Kurdi yang telah melakukan pemberontakan.
Pemerintahan yang dipimpin Kurdi menemukan dirinya dalam posisi yang sama di akhir 2018 lalu ketika Presiden Donald Trump mengumumkan keputusannya untuk menarik pasukan AS dari Suriah. Sementara itu, SDF mengadakan pembicaraan di Damaskus.
Terlepas dari permusuhan antara Kurdi Suriah dan Damaskus, hasil dari kejahatan sistematis Kurdi selama bertahun-tahun di bawah pemerintahan Baath, kelompok Kurdi Suriah yang dominan justru jarang bertempur melawan pemerintah Suriah.
Sementara itu, pemberontakan Suriah telah berjuang untuk menjatuhkan Presiden Bashar al-Assad, YPG mengatakan prioritasnya adalah mempertahankan otonomi daerah sebagai bagian dari negara Suriah.