Pontianak, Gatra.com - Gubernur Kalbar, Sutarmidji menganggap kebijakan Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani, terkait kontribusi pada daerah penghasil, keliru dan tidak proporsional bagi daerah penghasil.
“Seperti tambang, bayangkan 20 juta ton, metrik ton setiap tahun di ekspor. Nilainya kurang lebih Rp7 triliun kalau 25 dolar perton, provinsi hanya dapat Rp15 miliar lebih, adil tidak kira-kira,” kata Sutarmidji usai Focus Group Discussione Karhutla di Hotel Ibis, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Selasa (8/10).
Sutarmidji beranggapan nantinya yang akan menderita atas kebijakan seperti ini adalah daerah, karena pertambangan tidak melakukan reklamasi. Dari 262 izin pertambangan, yang melakukan reklamasi hanya dua.
“Itu akan lebih parah dari perkebunan, dari pada parah, lebih bagus di omel sekarang,” ucapnya.
Sutarmidji menjelaskan, dari pertambangan ini, pendapatan asli daerah (PAD) yang diterima provinsi Kalbar hanya Rp15 miliar, sedangkan untuk PAD terbesar dari hasil tambang di daerah Kabupaten Sanggau sebesar Rp35 miliar.
“Kalau keseluruhnya mungkin sekitar Rp150 miliar dari Rp7 triliun yang dibawa tiap tahun dari daerah Kalbar, nanti bauksit habis, alam rusak, infrastruktur rusak, kita yang menderita,” jelasnya.
Seharusnya menurut Midji, yang mendapatkan keuntungan adalah daerah penghasil namun selama ini yang mendapatkan hasil ekspor adalah daerah yang mampunyai pelabuhan ekspor.
Selain itu, NPWP perusahaan ada di Jakarta dan yang mendapatkan keuntungan Jakarta bukan Kalbar.
"Padahal yang rusak alamnya di Kalbar, perbaiki infrastruktur yang rusak dan membangunnya Kalbar," katanya.