Pontianak, Gatra.com – Polda Kalbar saat ini sudah menyegel beroperasinya 32 perusahaan yang lahannya terbakar.
“Sampai 7 Oktober 2019 terdapat 99 kasus Karhutla yang ditangani Polda Kalbar dan jajaran dengan luas lahan yang terbakar mencapai 1.147,88 hektare,” katanya, kata Kapolda Kalbar Irjen Didi Haryono saat Focus Group Discussion (FGD) tentang Penanganan Karhutla dan Solusinya, di Ballroom Hotel Ibis, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa Siang (8/10).
Dikatakan, dari total lahan terbakar di seluruh wilayah Kalbar mencapai 29.500 hektare ada 328 ribu lahan terbakar tercatat di se Indonesia.
“Sebanyak 34 kasus dalam tahap penyelidikan, dan 65 kasus dalam proses penyidikan dengan rincian 27 penyidikan, 31 tahap I, 6 kasus sudah tahap II, dan 1 kasus sudah P-21,” jelasnya.
Perwakilan Dewan Adat Dayak Kalbar, Saiyan meragukan efek dari FGD yang kerap dilakukan seperti ini karena masih saja terjadi Karhutla di wilayah Kalbar.
Meski diakuinya faktor kesengajaan sebagai pemicu terbesar Karhutla, sehingga perlu adanya penegakan hukum yang tegas dan juga proporsional.
Saiyan mencontohkan kenyataan yang ditemukan adanya petani tradisional di perhuluan Kalbar pada bulan September lalu sudah selesai menanam, bahkan ada yang sudah panen. Padahal bulan September kemarin Karhutla membuat kabut asap yang sangat parah.
“Kalau peladang tradisional sudah mempunyai sistem berladang, dan saya yakin lahannya juga tidak sampai dua hektare. Semisalnya yang membuka ladang ini kepala keluarga, lalu dipenjara. Lantas siapa yang akan membiayai anak istrinya? Jangan sembarangan juga penegakan hukum melakukan tindakan,” katanya
Dia meminta agar aparat jeli melihat situasi dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan kasus dengan tidak menjadikan warga yang tidak tahu menahu menjadi tersangka.
“Peladang tradisional hanya menginginkan keadilan penegakan hukum,” katanya.
Saiyan juga mengkritisi program cetak sawah yang dilakukan oleh pemerintah beberapa tahun lalu karena dianggap gagal. Padahal seharusnya program cetak sawah ini dapat merubah cara ladang berpindah oleh peladang tradisional menjadi peladang bersawah, sehingga tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar.
“Beberapa tahun lalu ada program cetak sawah tapi ternyata tidak ada hasilnya, kami anggap gagal ternyata tidak mensejahterakan petani," jelasnya.
Kapoksahli Pangdam XII Tanjungpura Kolonel Czi Ari Gemuruh Winardjatmiko menyebutkan Kodam XII Tanjungpura akan mengevaluasi pelaksanaan cetak sawah yang selama ini dilakukan.
“Kalau tadi ada yang mengatakan cetak sawah ini gagal, kami akan lakukan evaluasi sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat,” katanya.