Jakarta, Gatra.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi langkah pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melarang peredaran minyak goreng curah dan menggantinya dalam bentuk kemasan mulai 1 Januari 2020 mendatang.
"Dari sisi perlindungan konsumen dan atau aspek keamanan pangan, kebijakan ini bisa dimengerti. Sebab secara fisik minyak goreng dalam kemasan lebih aman, kecil potensinya untuk terkontaminasi zat atau benda lain yang tidak layak konsumsi, dan bisa lebih tahan lama," kata Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi kepada Gatra.com di Jakarta, Selasa (8/10).
Namun, Tulus memberi catatan terhadap kebijakan tersebut yakni harga minyak goreng tetap terjangkau. Minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Bukan hanya untuk keperluan domestik rumah tangga, tetapi juga untuk keperluan bisnis UKM/UMKM.
“Kedua, pemerintah konsisten menjaga Harga Eceran Tertinggi (HET) dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang melanggarnya. Selama ini banyak komoditas ditetapkan HET, seperti gula, tetapi harga di lapangan melewati harga HET, dan tak ada sanksi,” katanya.
Selanjutnya, kata Tulus, untuk mengurangi dampak plastik, seharusnya pemerintah mewajibkan produsen untuk menggunakan jenis plastik yang ramah lingkungan atau plastik SNI. Munculnya minyak goreng wajib kemasan, akan meningkatkan konsumsi atau distribusi plastik, dan menghasilkan sampah plastik.
“Dengan menggunakan kemasan, maka minyak goreng tersebut harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen,” katanya.
Aspek tersebut lanjut Tulus, terdiri dari informasi kadaluwarsa, informasi kehalalan, dan informasi kandungan gizi sebagaimana mandat UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU tentang Pangan, dan UU Jaminan Produk Halal.
“Pemerintah harus menjamin bahwa minyak goreng curah yang dijual kemasan tersebut kualitasnya sesuai dengan standar mutu minyak goreng kemasan, yaitu minyak goreng ber-SNI,” ujarnya.
Tulus mengatakan, saat ini, pemerintah menetapkan HET minyak goreng kemasan sebesar Rp11.000 per liter berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.58 Tahun 2018.
Menteri Perdagangan, Enggartisto Lukita menyampaikan, total produksi minyak goreng nasional per tahun berjumlah sekitar 14 juta ton. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri sekitar 5,1 juta ton dan sisanya untuk kebutuhan pasar luar negeri.
"Dari kebutuhan dalam negeri hampir 50 persen masih dikonsumsi dalam bentuk minyak goreng curah yang belum terjamin kebersihannya, baik dari sisi produksi maupun sisi distribusi," ungkap Mendag dalam keterangam tertulis, Minggu lalu (6/10).
Enggar menambahkan kebijakan ini merupakam program pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri sekaligus menangkal kampanye negatif minyak kelapa sawit (CPO).
"Kemendag terus berupaya meningkatkan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi, salah satunya melalui program pengalihan minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan," ujarnya.