Home Ekonomi Pepsi Hengkang Dari Indonesia, Ini Kata Pengusaha

Pepsi Hengkang Dari Indonesia, Ini Kata Pengusaha

Jakarta, Gatra.com - Santer kabar Pepsi hengkang dari Indonesia. Merespon kabar tersebut, Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Protein Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Thomas Dharmawan mengaku, dirinya pun tak tahu menahu tentang apa yang melatar belakangi hal tersebut.
 
Meski begitu, jika melihat kondisi industri makanan dan minuman (mamin) Indonesia saat ini, hengkangnya Pepsi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari persaingan, sampai dengan regulasi yang mengatur industri mamin.
 
"Saya juga tidak begitu tahu, apa penyebabnya, tapi mungkin itu bisa disebabkan oleh persaingan usaha antar minuman berkarbonasi, bisa juga karena aturannya, atau karena tren minuman yang diminum masyarakat kita akhir-akhir ini," kata dia saat dihubungi Gatra.com, Senin (7/10).
 
Lebih lanjut, Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) itu menerangkan, saat ini masyarakat Indonesia lebih menggemari minuman sehat, seperti jus dan teh. 
 
Pun dengan kopi yang beberapa waktu belakangan tengah menjadi primadona di kalangan masyarakat Indonesia, utamanya anak muda. Oleh karenanya, tren minuman berkarbonasi semakin menurun akhir-akhir ini.
 
"Trennya memang turun. Orang mulai kembali ke minuman jus, buah-buahan, teh, apalagi anak muda sekarang lebih tertarik minum kopi. Pertumbuhan minuman kopi saat ini lumayan," imbuh Thomas.
 
Selain itu, hengkangnya Pepsi juga dapat disebabkan oleh persaingan yang ketat antara pihak Pepsi sendiri dengan pesaing terberatnya, Coca-Cola. Menurut Thomas, promosi yang dilakukan oleh Pepsi agaknya masih kurang, jika dibanding dengan Coca-Cola.
 
Selain branding, Coca-Cola bahkan berani menjual produknya dengan harga jauh lebih miring. Meski dengan kemasan yang lebih minim pula.
"Nah si Coca-Cola ini, dia lebih gencar melakukan promosi dan menjual produknya dalam kemasan yang lebih kecil dengan kisaran harga Rp3.000 per botol," lanjut Thomas.
 
Sementara dari segi regulasi, Thomas menjelaskan, setidaknya ada empat regulasi yang berpotensi menyebabkan produsen minuman berkarbonasi itu tidak lagi memperpanjang kerja samanya dengan PT Anugerah Indofood Barokah Makmur (AIBM) terhitung pada 10 Oktober 2019.
 
"Ada empat aturan yang menurut saya menjadi pertimbangan industri minuman sekarang, yakni UU Sumber Daya Air, label dari Badan POM, kewajiban sertifikasi halal, dan aturan larangan kemasan plastik pada minuman," ujar dia.
 
Salah satu peraturan yang kini menghambat berkembangnya industri minuman saat ini, menurut Thomas ialah Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 22 tahun 2019 tentang informasi nilai gizi pada label pangan olahan.
 
Dalam regulasi tersebut, produsen mamin wajib mencantumkan kandungan kadar garam, gula dan lemak (GGL) pada kemasan pangan dan minuman. Selain itu, wajib pula bagi mereka untuk mencantumkan sertifikasi halal dari MUI terhitung mulai 17 Oktober mendatang, di kemasan produk.
 
"Plus soal pajak. Menteri Keuangan dan DPR ada wacana minuman berkarbonasi mau dikenakan cukai lagi, jadi seperti dianggap rokok," tandas dia.
271