Yogyakarta, Gatra.com – Indonesia mengajak dua produsen besar karet dunia, Thailand dan Malaysia, menaikkan harga karet di pasar dunia di tengah meningkatnya permintaan karet.
Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, ajakan menaikkan harga karet ini menjadi fokus pertemuan ke-12 Konferensi Karet Tahunan Assosiasi Negara Penghasil Karet Alam (The Association of Natural Rubber Producing Countries/ANRPC) 2019 di Hotel Tentrem, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (7/10).
Di ajang bertema ‘Arah Kebijakan yang Adaptif dan Inklusif ke Rantai Nilai Berkelanjutan’, 13 anggota ANRPC akan bertemu dan membahas persoalan karet dunia sampai Rabu (9/10). Keputusan ajang ini akan disampaikan ke Dewan Karet Tripartit Internasional (International Tripartite Rubber Council/ITRC).
“Ada catatan penting yang akan dibahas dalam konferensi ini yang bersifat anomali. Di tengah meningkatnya kebutuhan akan karet di pasar dunia, sampai sekarang harga karet masih tidak naik, bahkan cenderung menurun. Ini menjadi perhatian,” ujarnya saat memberi sambutan.
Dari data yang dipaparkan Mendag, tahun ini ekspor karet Indonesia mencapai 2,95 juta ton dengan nilai Rp4,16 miliar. Jika melihat pertumbuhan perdagangan karet di pasar yang terus tumbuh dari 0,5 persen menjadi 1,6 persen, harga karet seharusnya juga terkerek naik.
Namun sampai Oktober ini harga karet di pasar dunia masih berkisar Rp17 ribu per kilogram. Padahal diprediksi pasar karet dunia tahun depan akan tumbuh 1,7 persen menjadi 3,7 persen.
“Ini tidak mudah memang namun harus ditangani serius. Karena itu di pertemuan yang dihadiri 13 negara produsen dan konsumen karet, kita ingin mengajak merumuskan rekomendasi tentang perkaretan untuk diajukan ke ITRC yang beranggotakan tiga produsen besar dunia; Indonesia, Thailand, dan Malaysia,” katanya.
Diwakili Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kemendag Iman Pambagyo, Indonesia mendesak penerapan pembatasan kuota permintaan oleh ITRC ke anggotanya untuk ditinjau. Pasalnya Vietnam yang tidak tergabung dalam pembatasan saat ini menjadi supplier karet terbesar.
Dirjen PPI akan melakukan berbagai pertemuan bilateral dan multilarel di ajang ini untuk menyikapi anomali perdagangan industri karet agar tidak terlalu didikte pasar.
Kepada Gatra.com, Iman mengatakan bahwa agenda terpenting pertemuan ini adalah menyoal keberlanjutan industri perkaretan di tingkat hulu. Selama ini menurunnya harga karet dunia diakui mengancam keberadaan pohon karet karena ditinggal petaninya.
“Kita ingin membicarakan tentang kemitraan antara perusahaan perantara dan industri besar karet dengan petani yang sama sekali tidak ada. Padahal di tingkat produsen, ada biaya yang harus dipenuhi untuk memenuhi standar baku mutu,” jelasnya.
Bersama 13 negara, ANRPC mendesak para pedagang dan perusahaan turut memikirkan keberlanjutan petani karet. Salah satunya dengan mengontrol ketersediaan barang di pasar dan mendorong peremajaan tanaman karet.
“Kita meyakini dari pertemuan ini akan muncul banyak kerjasama dan berbagai rekomendasi yang bisa kita sampaikan ke ITRC,” katanya.
Selain Mendag Enggartiasto Lukita, turut pula hadir Gubernur Otoritas Karet Thailand Sunan Nuanphromsakul.