Solo, Gatra.com - Dosen Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS), Joko Triyono, menciptakan Smart Bone Graft. Bone graft atau bone filler merupakan materi pengisi atau pengganti bagian tulang yang rusak.
Bone graft selama ini belum diproduksi di Indonesia. Untuk menangani patah tulang dan kerusakan tulang, tenaga medis masih mendatangkan bone graft dari luar negeri.
Hingga saat ini belum ada produk lokal yang masuk di e-catalog.lkpp.go.id dan menjadi produk yang bisa diklaim di skema BPJS. Selain itu, banyak kasus operasi patah tulang yang memerlukan bone graft.
"Data di RS Orthopedi Prof Soeharso, pada tahun 2010 ada sebanyak 4.537 pasien yang membutuhkan bone graft," ucap Joko Triyono, Senin (7/10).
Bone graft buatan Joko Triyono terbuat dari bahan xenograft atau tulang sapi. Untuk tulang sapi ini, Joko mengambil dari rumah pemotongan hewan (RPH) Jagalan, Solo.
Bone graft dari tulang sapi ini dibuat melalui demineralisasi dan deproteinisasi atau menghilangkan kandungan mineral dan proteinnya. Caranya, tulang yang masih segar itu dijemur di terik matahari kemudian direbus dalam air mendidih hingga tiga kali. Tulang kemudian dipotong-potong kecil ukuran 10x10x10 mm.
"Tahap selanjutnya tulang dipanaskan dalam oven dengan suhu 1.200 derajad Celcius selama dua jam dan selanjutnya disterilisasi," ucapnya.
Tulang sapi dipilih karena memanfaatkan produk yang tersedia secara maksimal. Selain itu harga tulang sapi yang murah membuat harga produk bone graft juga terjangkau.
Selama ini bone graft impor terbuat dari bahan sintetis dan bahan kimia. Kebanyakan konsumsi bone graft di Indonesia diimpor dari Korea Selatan. Harganya cukup mahal, yakni Rp 1,7 juta per 5 cc. Sedangkan bone graft buatan Joko harganya lebih murah.
"Kalau dijual, bone graft dari tulang sapi ini harganya Rp400 ribu tiap 10 cc," ujarnya.
Untuk pembuatan Bone Graft ini, Joko melibatkan dosen dari berbagai disiplin ilmu. Dirinya bekerjasama dengan dr Suyatmi dan dr I Dewa Nyoman Suci Anindya Nurdiyantara dari RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Penelitian dimulai pada 2016 dan produk ini ditargetkan bisa dikembangkan secara komersial. Uji coba juga telah dilakukan di Fakultas Peternakan UGM pada tikus putih. Hasilnya, tidak terjadi peradangan pada tikus dan tulangnya dapat tumbuh. Berkat temuan ini, Joko memperoleh hibah Calon Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) dari Kementerian Ristek Dikti senilai Rp200 juta.