Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil saksi Direktur PT Angkasa Pura Propertindo (APP), Wisnu Rahardjo terkait kasus suap Direktur PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Darman Mappangara dalam korupsi terkait pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo, yang dilaksanakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) 2019.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DMP (Darman Mappangara)," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (7/10).
Febri menyebut, penyidik KPK juga memanggil Operation Service Procerument Senior Officer PT Angkasa Pura II Rusmalia yang akan diperiksa untuk tersangka yang sama.
Sebelumnya KPK telah menemukan bukti pemulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan baru dengan tersangka Darman Mappangara (DMP), Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia Persero (PT. INTI).
"Tersangka DMP selaku Direktur Utama PT INTI diduga bersama-sama TSW memberi suap kepada AYA, Direktur Keuangan PT. Angkasa Pura II (Persero) untuk “mengawal” agar proyek Baggade Handling System (BHS), dikerjakan oleh PT. INTI," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/10).
Menurut Febri, PT INTI (Persero) diperkirakan mendapatkan sejumlah proyek karena bantuan tersangka Andra Agussalam yang merupakan Direktur Keuangan PT. Angkasa Pura II (Persero). Tersangka Andra diduga menjaga dan mengawal proyek tersebut supaya dimenangkan dan dikerjakan oleh PT INTI (Persero).
"KPK mengidentifikasi komunikasi antara Tersangka DMP dan AYA terkait dengan pengawalan proyek tersebut. DMP juga memerintahkan TSW, staf PT INTI untuk memberikan uang pada AYA," jelas Febri.
Febri menambahkan, terdapat beberapa peraturan yang diberlakukan, yaitu dalam bentuk tunai. Apabila jumlahnya besar, maka ditukar melalui USD atau SGD, menggunakan kode “buku” atau “dokumen”. Pada 31 Juli 2019, Taswin, Staf PT INTI meminta sopir Andra Agussalam untuk menjemput uang yang disebut dengan kode “barang paket”.
Atas perbuatannya, Darman disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.