Jakarta, Gatra.com - Permasalahan krisis air di Indonesia kurang begitu terdengar dibanding isu lainnya yang ada. Masyarakat dari kelas menengah kebawah, terutama yang tinggal di daerah urban masih akrab dengan masalah krisis air.
Masalah krisis air disebabkan sulitnya mendapatkan pendanaan untuk membangun infrastruktur air bersih dan sanitasi. Oleh karena itu, saat ini pemerintah dan beberapa lembaga keuangan telah memberikan solusi untuk Pembiayaan Air Minum dan Sanitasi (PAMDS) atau water credit.
"Krisis air yang dirasakan masyarakat menengah ke bawah itu saat mereka harus mengeluarkan biaya lebih mahal, dan jarak tempuh lebih jauh hanya untuk mendapatkan air bersih. Airnya ada, tapi ada sesuatu yang lebih, yang harus dikeluarkan oleh masyarakat. Ini yang jadi masalah," ujar Chief Representative Water.org, Rachmad Hidayad pada acara Idea Fest, Minggu (6/10).
Rachmad mengatakan, untuk pembangunan infrastruktur sanitasi air tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit dan juga keterlibatan dari banyak pihak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan capaian akses air bersih yang layak saat ini di Indonesia mencapai 72,55 persen, sementara target Sustainable Development Goals (SDGs) yakni sebesar 100 persen.
Masyarakat kini dapat mengajukan peminjaman baik itu secara individu atau berkelompok untuk pembangunan sanitasi. Terkait inisiatif PAMDS di Indonesia, saat ini sudah terdapat 3 bentuk turunan yang bertujuan untuk memaksimalkan pencapaian akses universal air minum dan sanitasi yaitu PAMDS Rumah Tangga (WaterCredit), PAMDS Pedesaan (WaterConnectCBO/Community-Based Organization) dan PAMDS Perkotaan (WaterConnect-PDAM).
Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti menambahkan program mikro kredit semacam PAMDS harus lebih digencarkan. Dewi mengatakan, pemerintah berharap ketersediaan air di Indonesia berada di level yang 100 persen layak, atau dapat diminum langsung.
"Kami coba besarkan menjadi skala nasional, sudah bicara ke OJK dan Kemenkeu. Kira-kira kebijakan apa yang bisa diterbitkan supaya ini bisa jadi skala nasional. Kenapa? Karena kenyataannya untuk membangun air minum dan sanitasi itu tidak murah biayanya," jelas Dewi.