Home Ekonomi Ekspor Naik, Produk Hortikultura Indonesia di Jalur Hijau

Ekspor Naik, Produk Hortikultura Indonesia di Jalur Hijau

Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, neraca perdagangan sektor hortikultura selalu tumbuh dalam beberapa tahun terakhir berkat pelaksanaan visi industri hortikultura ramah lingkungan 2015-2019.

Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, di Jakarta, Minggu (6/10), menyampaikan, pertumbuhan pada 2018 kala itu ekspor ke 113 negara naik 11,92% dibandingkan tahun sebelumnya. Nilainya mencapai Rp5 triliun lebih.

"Tahun 2018, ekspor buah naik signifikan 26,27%, sayuran naik 4,8%, dan tanaman hias naik 7,03%," ujarnya merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS).

Peningkatan ekspor dipengaruhi sejumlah komoditas, seperti manggis naik 285%, mangga 123%, salak 29%, kapulaga 27.000%, kacang panjang 2.700%, wortel 382%, bunga lili 693%, dan durian surplus 735 ton.

Torehan tersebut mengerek nilai tukar usaha pertanian (NTUP) hortikultura, naik 3,6%. Pendapatan domestik bruto (PDB) pun naik 36,2% dibandingkan tahun 2014.

Prihasto menerangkan, capaian tersebut tak lepas dari berbagai inovasi yang dilakukan. Seperti memangkas waktu penerbitan izin ekspor. Tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 29 Tahun 2018.

Mulanya, proses perizinan ekspor memakan waktu 13 hari hingga tiga bulan. Melalui sistem online single submission (OSS), perizinan kini rampung dalam tempo tiga jam.

Tak sekadar itu, eksportir pun kian mudah dalam pengurusannya. Lantaran tak harus mendatangi kantor Kementan selama memenuhi persyaratan serta dokumennya clear and clean.

Sebanyak 291 peraturan yang menghambat juga dihapus. Demi terwujudnya reformasi birokrasi dan memudahkan produk menembus negara yang belum dijangkau sebelumnya.

Anton, sapaannya, melanjutkan, Kementan terus berupaya meningkatkan capaian ekspor. Salah satu upayanya, mengikuti misi dagang di luar negeri serta berpartisipasi dalam pameran lokal dan global.

"Pameran tidak hanya sebagai sarana untuk memperkenalkan dan memasarkan produk. Namun, menjadi kesempatan eksportir memperluas diversifikasi pasar dan jaringan bisnis," ujarnya.

Berikutnya, meningkatkan kualitas sejak hulu hingga hilir, dari prabudi daya sampai pemasaran agar produksi yang dihasilkan bermutu dan memiliki daya saing di kancah global.

"Ini sedang kami upayakan dengan merevisi Indonesia GAP, sehingga selaras dengan ASEAN GAP. Kami juga akan menyuplai bibit berkualitas dan memberikan pendampingan. Agar sumber daya tani meningkat," kata Anton.

Di sisi lain, mantan Kepala BPTP Jateng itu menjelaskan, impor buah merupakan keniscayaan. Karena adanya keputusan Badan Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Kendati begitu, menurut dia, buah impor yang selama ini membanjiri Indonesia berasal dari negara subtropis seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Selandia Baru. Yang diimpor mencakup pir, jeruk mandarin, apel merah, dan kiwi.

"[Buah-buahan impor] tidak berkompetisi langsung dengan buah produksi petani lokal," katanya.(Adv)