Home Politik Kerusuhan Papua, YLBHI: Pemerintah Tidak Perlu Takut

Kerusuhan Papua, YLBHI: Pemerintah Tidak Perlu Takut

Jakarta, Gatra.com -Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menuturkan, sudah menjadi hak publik untuk menyuarakan kondisi sebenarnya di Papua. Menurutnya, semestinya suara tersebut tidak dibungkam.

Menurutnya, penyelesaian persoalan saat ini seharusnya diselesaikan oleh pihak kepolisian dan pemerintahan. Terutama mengenai akar persoalan ketidakadilan di Papua. Ia menyoroti akuntabilitas pasukan keamanan yang diturunkan di Papua.

"Yang dikhawatirkan terjadinya dugaan pelanggaran HAM di sana. Itu yang harusnya dievaluasi. Bukan menyasar orang yang sedang melakukan advokasi agar tidak lebih banyak lagi korban masyarakat sipil di papua," ujar Asifn di D'Consulate Lounge, Jakarta, Sabtu (5/10).

Asfin mengatakan, tindakan Veronica Koman terkait kemunculannya di salah satu stasiun televisi luar negeri, saat ini  sepenuhnya milik Veronika dan kuasa hukumnya. Selain itu, Asfin juga menegaskan, fokus utamanya bukan seputar Veronica, tetapi pihak kepolisian.

Menurutnya, presiden perlu mengambil sikap atas peristiwa ini. Paling tidak mengingatkan pihak kepolisian, bahwa memberikan status tersangka kepada Veronica hanya memperburuk keadaan.

"Hal ini akan memperburuk citra Indonesia di mata internasional dan memberikan pesan di dunia internasional bahwa demokrasi Indonesia sedang terganggu. [Terlihat dari] orang yang mengungkapkan sebuah fakta, mencoba melakukan sebuah advokasi bisa menjadi tersangka," jelasnya.

Asfin kemudian meminta pemerintah dapat membuka dan memberikan akses kepada jurnalis internasional untuk bisa ikut meliput keadaan sebenarnya di Papua. Penyebabnya, pemerintah tidak memiliki alasan untuk menghalangi akses jurnalis. 

Selain itu, Asfin mengatakan, jurnalis memiliki kode etik yang berads dalam iklim demokrasi. Berdasarkan hal tersebut, tidak seharusnya pemerintah takut dengan kebenaran dan fakta.

"Akses jurnalis dari mana pun itu harus dibuka, karena ketika ditutup justru pertanyaannya ada apa? Kan media itu memiliki aturan sendiri, ada kode etik. Jadi kalau dia melakukan pelanggaran ada kode etik, ada jalurnya," tambahnya.

Ia mempertanyakan penutupan akses informasi yang membuat orang dikriminalkan. Selain itu, buzzer digunakan  untuk menutupi kenyataan.

 "Itu adalah sebuah sinyal bahwa demokrasi Indonesia sedang dalam ancaman dan menurun. Kalau diteruskan, lama-lama kita tidak punya demokrasi lagi," tuturnya. 

936