Home Ekonomi Apkasindo: Jangan Bikin Petani Sawit Kelinci Percobaanlah

Apkasindo: Jangan Bikin Petani Sawit Kelinci Percobaanlah

Pekanbaru, Gatra.com - Sudah tak terhitung lagi berapa kali lelaki 47 tahun ini berkoar tentang aturan-aturan yang membikin para petani sawit tersudut.

Dan entah sudah berapa kali pula Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) ini harus mengelus dada menengok sejumlah oknum cuma nyengir saat dia sodori fakta-fakta tentang peran penting petani kelapa sawit di Nusantara.

Dan puncaknya, Gulat Medali Emas Manurung kemudian melaporkan kepada Ketua Dewan Pembina DPP Apkasindo Jenderal TNI (Purn) Moeldoko bahwa ada tiga point yang menjadi persoalan yang dihadapi petani kelapa sawit saat ini.

Tiga point itu dia laporkan dalam Rapat Koordinasi Terbatas Dewan Pembina, Dewan Pakar dan Pengurus DPP Apkasindo di Kantor Staf Presiden di Gedung Bina Graha Jakarta, dua hari lalu.

Saat berbincang dengan Gatra.com, Gulat kemudian merincikan tiga poin itu antara lain; Pertama, soal Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang menurut dia sudah mengabaikan kepentingan petani kelapa sawit.

Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) nyaris belum menyentuh petani swadaya. Dari 200 ribuan hektar target PSR, yang kesampaian sangat minim, jauh dari target yang sudah dibikin.

Lantas, sampai sekarang yang namanya program Sarana Prasarana (Sarpras) masih nol persen, tak ada realisasi sama sekali.

Padahal di program Sarpras itu ada penyediaan, pupuk, infrastruktur jalan kebun petani, pabrik kelapa sawit mini. Pelatihan SDM petani malah sudah dihentikan sejak dua tahun lalu. Dampaknya, pengetahuan teknis agronomi dan budidaya petani tidak ter-update lagi.

"Yang membikin miris itu, ada yang bilang bahwa petani sawit tidak berhak atas Dana Pungutan (DP). Inikan sudah ngelantur namanya. Asal tahu saja, DP ekspor CPO yang dikelola oleh BPDPKS itu 46 persennya keringat petani. Jadi tolong jangan asal bunyi lah. Jangan sesekali muncul omongan itu lagi," pintanya Sabtu (5/10).

Lalu point kedua soal kebun sawit petani di kawasan hutan. Memang kata Gulat, pemerintah sudah membikin banyak aturan untuk melepaskan kebun petani dari kawasan hutan.

Katakanlah Peraturan Presiden (Perpres) 88 Tahun 2017 tentang Tata cara penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Terus ada pula Permenko No.3 Tahun 2018 tentang Pedoman pelaksanaan tugas Tim dan Verifikasi Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan, ada Permen LHK Tentang TORA dan yang terakhir Inpres No.8 Tahun 2018.

Sayangnya kata Gulat, dari semua aturan itu, tak ada yang memprioritaskan kebun sawit rakyat. Yang paling mungkin cuma skema perhutanan sosial. Di skema ini petani wajib menjadikan kebun sawitnya menjadi tanaman campuran.

"Saya minta ditunjukkan dimana lokasi uji coba tanaman campuran yang berhasil. Kalau ada satu ujicoba saja atau demplot yang berhasil, kami mau tengok ke sana. Jadi, tolonglah, janganlah petani sawit yang notabene adalah Pahlawan Devisa Negara dijadikan kelinci percobaan yang gagal pula," kata Gulat.

Gulat mengingatkan, penyelesaian kebun sawit petani di kawasan hutan harus dilakukan dengan cermat dn hati-hati, biar petani tidak semakin merugi, menderita dan ujung-ujungnya bangkrut.

"Petani itu enggak ngerti lah apa itu kawasan hutan. Saat membeli lahan, mereka tidak paham apakah tanah yang dibeli itu masuk kawasan hutan atau tidak. Jadi jangan kesalahan masa lalu kementerian terkait justru ditimpakan ke petani. Kalaulah kementerian terkait bener mengurus hutan, enggak akan kayak sekarang akibatnya. Sebab di aturan perhutanan sebenarnya sudah jelas dan gamblang. Oknumnya saja yang memain-mainkan," ujar Gulat.

Lantas di point ketiga kata Gulat, bahwa petani sawit sangat mendukung yang namanya Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Hanya saja, jangan petani dipaksa ikut ISPO disaat masalah petani belum rampung.

"Kalau persoalan kebun petani sawit di klaim kawasan hutan sudah rampung, mau 10 pun kayak ISPO itu, petani akan siap mengikutinya, apalagi jika itu demi kehidupan petani yang lebih baik, petani pasti mau," ujar auditor ISPO ini.

Soal yang dibilang Gulat tadi, Sadino sepakat. Peneliti yang juga pakar hukum perhutanan ini mengatakan bahwa mandegnya program pemerintah di sektor peremajaan kelapa sawit lantaran status tanaman kelapa sawit tadi.

Begitu juga dengan program penyelesaian persoalan tanah di kawasan hutan. Sawit menjadi bumerang lantaran yang boleh diselesaikan pada persoalan tanah di kawasan hutan seperti yang tertera pada Peraturan Presiden 88 2017 adalah tanaman campuran.

"Biar beres, Perpresnya direvisi saja. Masukkan tanaman perkebunan di sana. Itupun kalau sawit tadi belum dijadikan tanaman hutan," katanya.

Mantan Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi juga mengamini itu semua. Terkait ISPO kata Bayu, ISPO adalah sebuah proses sistematika dalam satu kumpulan yang tujuannya bukan untuk menabrak aturan lain.

"ISPO untuk menyesuaikan dengan kondisi kita, bukan pasar. Ini peraturan kami, bukan untuk memenuhi permintaan Anda, tapi memenuhi kedaulatan peraturan kami," begitu yang selalu dibilang Bayu saat bicara dengan orang-orang di luar negeri.

Lebih jauh pencetus nama ISPO ini cerita, ISPO kemudian berevolusi dan mendapat apresiasi dari kalangan Internasional.

ISPO hanya wajib untuk barang ekspor. "Petani dikecualikan, sepanjang masalah yang dihadapi petani belum diselesaikan," kata Bayu.

Kepala Kantor Staf Presiden, Jenderal TNI (Purn), Moeldoko berharap Apkasindo tidak pernah lelah memberikan saran pandang kepada stakeholders, sebab menurut dia, apa yang dilakukan oleh Apkasindo adalah demi kepentingan petani sawit Indonesia.

"Apkasindo organisasi yang cukup besar, petani sangat berharap karya besar Apkasindo. Dan terkait persoalan sawit, tidak berdiri sendiri. Lantaran itu, koordinasi lintas kementerian.

Lantaran Moeldoko sudah semakin paham dengan sawit dan persoalan yang dihadapi, lelaki 62 tahun ini pun mengatakan akan membicarakan persoalan itu ke kementerian terkait, tak ketinggalan dengan presiden.

Terus soal BPDPKS, Moeldoko mengaku sudah dapat banyak laporan, dan di berbagai media juga ada, bahwa BPDPKS sudah melenceng sangat-sangat jauh dari konsep yang diingin semula.

"Ini akan menjadi perhatian serius Pemerintah, peran BPDPKS ini sangat strategis, harus dibenahi, katanya.

Gagasan Baru BPDS-P

Habis menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Dewan Pembina, Dewan Pakar dan DPP Apkasindo, pertemuan ternyata berlanjut di salah satu ruang di Jakarta.

Di sana, tim lengkap, kecuali Moeldoko, membahas panjang lebar tentang penguatan kelembagaan Apkasindo. Alhasil muncul ide membikin Badan Pengelola Dana Sawit Petani (BPDSP).

Badan ini kelak berada di bawah kendali DPP Apkasindo. Teknisnya, BPDSP akan memungut dana hasil Tandan Buah Segar (TBS) milik petani yang dijual ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

"Besarannya belum kita tetapkan. Tapi dana itu nanti akan dipergunakan untuk penguatan kelembagaan petani, semua DPD, DPW Apkasindo boleh mengajukan pembiayaan ke BPDSP. Yang penting peruntukan dan pertaggungjawabannya jelas," kata Gulat.

Munculnya ide membikin BPDSP ini kata Gulat bermula dari tingginya frekwensi aktivitas Apkasindo. Mulai dari menganvokasi petani, hingga memenuhi undangan-undangan yang ada. "Selama ini sumber pembiayaan Apkasindo tidak ada. BPDPKS tidak menyediakan itu. Jadi, kita ambillah dari petani, semacam iuran lah," ujarnya.


Abdul Aziz

758