Jakarta, Gatra.com – Mantan komisoner KPK, Taufiequrachman Ruki, menilai adanya anggapan sebagian politisi bahwa Presiden Jokowi terancam dapat dimakzulkan jika menerbitkan Perppu UU KPK, adalah pendapat keliru dan menyesatkan publik.
Ruki mengatakan, Penerbitan perppu itu sendiri telah diatur di dalam undang-undang (UU) dan tidak ada yang menyebut bahwa jika Presiden mengeluarkan Perppu maka arahnya ke pemakzulan.
"Penerbitan perppu itu konstitusional, ini ada di UU. Itu hak presiden, ketika nanti Perppu diberikan ke DPR, maka DPR hanya punya dua pilihan, menerima atau menolak," katanya di Galeri Cemara 6, Jakarta, Jumat (4/10).
Ruki balik mempertanyakan, terkait pemakzulan yang dimaksudkan oleh politisi seperti Surya Paloh yang menyebut di beberapa media. Tindakan pemakzulan terhadap presiden itu harus melalui persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Presiden bisa dimakzulkan jika memang melakukan tindakan pidana, korupsi dan sebagainya. Itu pun lewat MK, tidak bisa semudah itu memakzulkan Presiden hanya karena mengeluarkan Perppu. Maka saya tanya, kalau impeach mau pakai UU yang mana?" ujar Ruki.
Revisi UU KPK tersebut, lanjut Ruki, ditentang oleh banyak pihak, sehingga presiden harus mendengarkan dan mengambil tindakan untuk mengatasinya. Revisi UU KPK ini bukan untuk menguatkan komisi antirasuah, namun justru memperlemah tindakan KPK.
"Pasal 21 ayat 4, di UU baru ini ditiadakan. Terus kewenangan pimpinan KPK dalam penyidikan dan penangkapan itu apa?" tegas Ruki.
Ruki menilai, revisi UU KPK yang dilakukan DPR telah mengabaikan aspek dan delik hukum serta banyak hal yang tidak menjadi pertimbangan DPR. Revisi UU ini hanya demi mengedepankan kepentingan politik sekelompok orang.
Sebagai pegiat antikorupsi, Ruki mendorong presiden untuk menerbitkan Perppu KPK. Presiden harus lebih mementingkan kepentingan bangsa.
"Pemberantasan korupsi tidak berjalan baik apabila presiden tidak punya strong commitment dalam pemberantasan korupsi. Presiden harus keluarkan Perppu, soal isinya kita bisa rundingkan," tambahnya.