Home Gaya Hidup Inilah Awal Mula Pembuatan Film 'Ghost Fleet'

Inilah Awal Mula Pembuatan Film 'Ghost Fleet'

Jakarta, Gatra.com - Film dokumenter "Ghost Fleet" rilis tahun ini di Indonesia. Jurnalis senior asal Amerika, Shannon Service bekerja sama dengan produser lokal, Yano Sakul untuk menggarap film tentang sekelompok aktivis yang berupaya menyelamatkan korban perbudakan industri ilegal penangkapan ikan. 

Yano bercerita, pada 2016 silam, ia menerima panggilan telepon dari Shannon. Shannon bercerita, ada skandal perbudakan di Indonesia. Yano awalnya tidak percaya, tetapi ketika Shannon menunjukkan beberapa bukti foto dan video, Yano memutuskan ikut ambil bagian dalam penggarapan. 
 
"Memang ada hal yang enggak kita tahu di luar sana bahwa perbudakan itu masih ada," kata Yano di sela-sela diskusi usai pemutaran film di @america, Pasific Place (3/10).
 
Tahun 2017, Yano berangkat bersama tim menuju Sorong, lalu menjajaki pulau kecil di wilayah tersebut dan melakukan wawancara selama 14 hari. "Tekanan ada dari pihak berwenang dan situasi yang sulit. Becek-becekkan dan kebanjiran sampai dengkul itu biasa. Ini menyangkut hidup orang banyak apalagi berhubungan dengan negara tetangga," ujarnya. 
 
Yano menjelaskan, meskipun film sudah mulai digarap sejak 2016, tetapi baru rilis secara resmi tahun ini, Juli silam. Selama itu, katanya, menyangkut persoalan izin. Tim harus meminta persetujuan dari para korban mengenai kemunculan mereka di film tersebut. 
 
Film ini, sambung Yano, awalnya ragu bisa diputar di Indonesia. "Soalnya ini borok pemerintah yang kita bongkar," ujarnya saat ditemui Gatra.com usai diskusi. Yano berharap, film "Ghost Fleet" bisa rilis di beberapa bioskop umum. 
 
Para korban perbudakan yang muncul di film "Ghost Fleet" berasal di beberapa negara seperti Laos, Myanmar, Kamboja, dan Thailand. Mereka diculik dari wilayah pedesaan oleh para korporasi industri penangkapan ikan ilegal asal Thailand yang beroperasi di perairan Indonesia pada satu dekade silam. 
 
Banyak dari para korban melarikan diri dan memilih tinggal bersembunyi di pulau kecil di Indonesia dan hidup di atas bantuan masyarakat lokal. Setelah kasusnya terkuak, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Thailand telah mengevakuasi para korban dan memulangkan lebih dari 4800 orang balik ke negaranya masing-masing. 
339