Batam, Gatra.com - Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga (DPPK), Kemendikbud menggelar sosialisasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Batam, Kamis (3/10).
Nugroho Eko Prasetyo, fasilitator DPPK ini kemudian menjelaskan panjang lebar tentang modus yang sering dilakukan orang untuk TPPO.
Faktor utama yang membikin TPPO terjadi antara lain; ketidakpahaman orang tua tentang modus TPPO, kemiskinan, pernikahan dini dan budaya yang masih menganggap anak perempuan sebagai aset keluarga, tingkat putus sekolah yang tinggi dan buta aksara.
"TPPO di Indonesia masih tinggi dan yang paling banyak menjadi korban adalah perempuan," katanya kepada Gatra.com.
Pendidikan masyarakat rendah serta gaya hidup yang berlebihan, juga sering menjadi pemicu terjadinya TPPO. "Paling banyak korban TPPO itu, warga dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kenapa dari NTT yang paling banyak menjadi korban TPPO, sedang kita dalami," ujar Eko.
Pekerja rumah tangga dengan upah yang menggiurkan, asisten rumah tangga yang kemudian dijanjikan jabatan dan tempat pekerjaan yang bagus, juga menjadi bagian dari modus TPPO.
"Kenyataannya tidak jelas seperti jam kerja, hak cuti dan jaminan kesehatan. Bahkan ada yang dipaksa menjadi pekerja seks komersial," jelasnya.
Ada juga korban yang dijanjikan beasiswa, dengan dalih menjadi duta seni atau budaya dengan upah besar, tapi kenyataannya dipaksa bekerja di industri seks atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
Modus pengantin pesanan juga paling digemari dengan dijanjikan menjadi istri atau suami dengan kehidupan yang lebih baik. Tapi kenyataannya tak mendapat hak yang layak, serta sering dijadikan sebagai pembantu atau pekerja paksa.
Modus berikutnya adalah dijanjikan magang di luar negeri, tapi kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, kemudian dipekerjakan tanpa upah dan jaminan kebutuhan hidup.
Lalu ada juga yang dijanjikan mengadopsi anak dan bayi dengan memiliki identitas dokumen resmi, tapi kenyataannya bayi diadopsi tanpa identitas keluarga asal dan tidak dilengkapi dokumen yang sah dari pelaku adopsi.
"Modus kawin kontrak, juga paling sering ditemui, dengan dijanjikan jaminan hidup bagi keluarganya, kenyataannya tidak ada jaminan hidup bagi diri sendiri dan anak yang dilahirkan, tidak mendapatkan hak sebagai istri, tidak memperoleh akta nikah yang sah baik dari agama maupun negara," kata Eko.
Modus balas budi karena jeratan hutang juga ada. Dijanjikan dipinjamkan uang dengan mudah tanpa jaminan, kenyataannya jika tak bisa membayar dipaksa untuk melunasi dengan cara kerja paksa atau bekerja di industri seks sebagai pekerja seks komersial.
"Ada juga modus menunaikan ibadah umrah dijanjikan bekerja di Arab Saudi sambil menjalankan ibadah umrah dengan dokumen resmi, kenyataannya dokumen resmi sengaja dihilangkan, kemudian dipekerjakan tanpa dokumen dan perjanjian kerja," terangnya.
Ketua Yayasan Bina Mandiri Batam, Agung mengatakan, kekerasan seksual terhadap anak juga tak bisa dipungkiri menjadi cikal bakal TPPO.
Sejauh ini, diketahui bahwa pencegahan dan penanganan TPPO tidak akan optimal tanpa peran aktif dari masyarakat. Karena TTPO merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah, negara melainkan juga antar negara atau transnasional.
"Anak dibawah umur juga rentan menjadi korban kekerasan seksual yang menjurus ke TPPO," katanya.