Jakarta, Gatra.com -- Hakim tunggal Guntur Kurniawan, SH menegaskan pihak PN Tanjungpinang mengirimkan surat panggilan kepada Kajati Kepri untuk menghadiri sidang praperadilan, Jumat (4/10/19). "Kami akan panggil kembali Kajati," tegasnya.
Boyamin Saiman selaku pemohon mengaku kecewa atas ketidakhadiran Kajati Kepri dalam sidang. Selaku penegak hukum, menurut dia, Kajati memberikan contoh yang tidak baik terhadap penegakan hukum. "Sebaliknya, kejaksaan biasanya suka melakukan upaya paksa terhadap pihak-pihak yang tidak hadir dalam pemeriksaan perkara. Giliran mereka (kejaksaan) yang mau diproses hukum, mereka mangkir," sesal Boyamin.
Itu sebabnya, Boyamin meminta hakim PN Tanjungpinang melakukan upaya paksa agar Kajati Kepri dapat hadir dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 4 Oktober 2019 dalam bentuk sidang kedua tetap dilanjutkan meski kajati tidak hadir.
Sebelumnya, Boyamin mengajukan gugatan praperadilan ke PN Tanjungpinang atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna. Boyamin mendaftarkan gugatan praperadilan atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna di PN Tanjungpinang pada Rabu (28/8). Gugatan itu didaftarkan dengan nomor registrasi 3/Pid.Pra/2019/PN Tpg.
Kasus korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 mencapai Rp7,7 miliar. Menurut Boyamin, penanganan kasus tersebut sudah dua tahun menggantung di Kejati Kepri. "Padahal, dalam proses penyidikan yang dilakukan sejak 2017 lalu, Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli," ungkapnya.
Kemudian, kata Boyamin, Ketua DPRD Natuna periode 2009 – 2014 Hadi Chandra, termasuk Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), serta Makmur selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.
Dia menjelaskan, kelima orang tersebut ditetapkan jadi tersangka setelah tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) di bawah pimpinan Kajati Keptri yang saat itu dijabat Yunan Harjaka, menyebutkan telah menemukan adanya alat bukti yang cukup dalam proses pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.
Pemberian tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna itu dialokasikan dari APBD Natuna sejak 2011-2015. "Pemberian tunjangan itu tanpa menggunakan mekanisme aturan serta tidak sesuai dengan harga pasar setempat, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp7,7 miliar," jelasnya.
Lebih jauh Boyamin menyatakan pihaknya sangat berkepentingan untuk membantu negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bentuk menggugat praperadilan perkara yang mangkrak, termasuk perkara yang ditangani Kejati Kepri.