Jakarta, Gatra.com - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil dianggap memberi ruang terhadap membanjirnya impor kain yang menggempur industri hulu domestik yang memproduksi serat dan benang. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku pihaknya sudah lebih dari 7 bulan tidak memberi izin kepada importir umum untuk mengimpor tekstil.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menyatakan izin impor yang diberikan berupa bahan baku kepada industri yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Adapun pemberian izinnya atas dasar rekomendasi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berdasarkan kapasitas pabriknya.
Baca Juga: Praktisi Tekstil: Pasar Domestik Tergerus Produk Cina
"Potensi kebocoran [tekstil impor] berasal dari enggak jujurnya industri itu mengenai kapasitas industrinya," ujarnya di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu (2/10).
Meskipun demikian, dia mengaku impor tidak bisa serta merta dihentikan. Pasalnya, bahan baku yamg diimpor produksinya masih kurang atau tidak diproduksi di Indonesia.
Oleh karena itu, Enggar menuturkan pihaknya akan melakukan audit bersama satuan tugas (satgas) yang juga beranggotakan Kemenperin, Bea Cukai, dan API. Kelak, akan diaudit kapasitas industri dan berapa kebutuhanya. Dia mengusulkan proses audit tetap dilakukan di pusat logistik berikat (PLB) yang juga menjadi tempat penampungan bahan baku impor atau oleh lembaga survei seperti PT Sucofindo maupun PT Surveyor Indonesia.
Baca Juga: Brand Internasional Pakai Produk Kain Lokal
"Tetapi, dengan segala hormat bukan enggak percaya kepada lembaga survei, hanya pengetahuan mengenai sekarang HS code (uraian barang-red) itu dari 12 digit menjadi 8 digit. Angka 8 digit artinya terjadi penggabungan yang menjadi satu dan yang lebih punya kemampuan berdasarkan pengalaman itu adalah Bea Cukai. Jadi kita balikin ke Bea Cukai," lanjutnya.
Pemeriksaan kode harmonized system (HS) tersebut dilakukan untuk melihat apakah ada manipulasi dalam importasi barang atau tidak.
"Kalau ini berjalan, maka industri dalam negeri akan terproteksi secara alamiah. Bukan diproteksi enggak ada impor, tapi bisa kita jaga," pungkas Enggar.