Jakarta, Gatra.com - Peneliti dari KoDe Inisiatif, Violla Reininda, mengatakan, realisasi Prolegnas Prioritas DPR periode 2014-2019 hanya mencapai 30%. Artinya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, 70% dari Prolegnas Prioritas ini akan dilimpahkan kepada DPR periode 2019-2024.
"Jadi sebetulnya itu bukan carry over, tapi pelimpahan PR saja. Pun aktor-aktornya 50% lebih juga kurang lebih sama," ujar Violla di kantornya, Jakarta, Rabu (2/10).
Selain Prolegnas Prioritas yang tidak tuntas, lanjut Violla, DPR periode baru ini juga langsung dihadapkan berbagai masalah. Salah satu di antaranya, yakni permasalahan demonstrasi terhadap DPR beberapa hari terakhir ini.
"Banyak pihak-pihak yang melakukan demonstrasi untuk mendesak pembatalan UU tertentu, misalnya revisi UU tertentu, atau untuk mengesahkan UU tertentu. Seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, kemudian rancangan undang-undang yang lain, lebih banyak catatan untuk dikaji ulang materinya," ujar Violla.
Oleh karena itu, Violla menegaskan, jangan sampai DPR menghidupkan kembali norma-norma yang sebelumnya telah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
"Itu kan juga bagian dari harmonisasi. Jadi pembentukan undang-undang oleh DPR itu banyak sekali yang dia tidak merujuk sama sekali ke keputusan-keputusan yang sebelumnya atau produk-produk hukum yang sebelumnya," ujar dia.
Selain itu, DPR periode baru ini juga tidak hanya memiliki beban Prolegnas yang belum tuntas. Pasalnya, judicial order dari MK juga harus menjadi prioritas bagi DPR.
"Ada judicial order yang diberikan MK tahun 2006, Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu sejak 2006. Tapi sampai saat ini kalau saya cek Prolegnas itu belum juga dibahas oleh DPR periode sebelumnya," kata Violla.