Jakarta, Gatra.com - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mempercepat larangan ekspor hasil tambang mineral berjenis nikel per 1 Januari 2020. Hal itu tertuang pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 11 tahun 2019.
Berkenaan hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad memberikan beberapa catatan terkait kebijakan tersebut.
“Kalau kita lihat dari regulasinya, ada dua UU Minerba yang intinya sama-sama melarang ekspor bijih nikel. Permen ESDM No 11 tahun 2019 itu dimulai tahun 2020,” jelas Tauhid pada acara diskusi publik "Moratorium Ekspor Nikel", di Jakarta, Rabu (2/10).
Tauhid memperkirakan, pelarangan ekspor nikel ini akan memicu masalah baru yakni ekspor ilegal bijih nikel. Kebijakan tersebut dinilai akan merugikan Uni Eropa di sektor perdagangan.
“Indonesia sebagai price maker akan lebih dari 20% ekspornya di dunia. Ini juga tentu akan memengaruhi tidak hanya bijih nikel, tetapi juga pasar saham yang memiliki keterkaitan dengan kita. Dengan adanya indeks harga nikel, saya cukup senang dengan hal itu,” tuturnya.
Direktur Eksekutif INDEF mengatakan, diperlukan kepastian hukum bagi para investor. Pemerintah perlu mengetahui apakah industri mineral berjenis nikel bersiap dengan perubahan tersebut.
Menurutnya, hal ini menjadi problematika konsistensi pemerintah. Penyebabnya, jika tidak ada revisi dari Permennya dikhawatirkan akan ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah pihak.
“Pemerintah harus bisa menjawab apakah dengan pelarangan ekspor ini akan memberikan persoalan baru dari CAD (current account deficit) atau defisit transaksi berjalan)” jelas Tauhid.